Bisnis.com, JAKARTA — Sinkronisasi data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dinilai menjadi pilar penting dalam meningkatkan jumlah peserta di kedua badan. Sinergi itu bukan hanya terkait jumlah peserta, bahkan dinilai dapat memengaruhi kesehatan keuangan.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Achmad Yurianto menjelaskan bahwa badan tersebut memiliki tugas besar dalam memenuhi amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yakni jumlah peserta mencakup 98 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2024. Saat ini jumlahnya masih berkisar 82 persen dari total penduduk.
Menurut Yuri, direksi harus bekerja keras untuk mencapai target itu dan harus menempuh cara yang tidak biasa. Salah satu langkah penting yang harus dilakukan adalah sinergi data dengan seluruh lembaga dan instansi yang berkaitan, termasuk BPJS Ketenagakerjaan.
"Artinya bahwa kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bisa ditarik menjadi data BPJS Kesehatan, ini harus kita betul-betul perbaiki. BPJS Ketenagakerjaan kan hanya bicara yang bersangkutan sebagai tenaga kerja, tapi begitu bicara BPJS Kesehatan ngomongin keluarga," ujar Yuri pada Senin (8/3/2021).
Pada 2020, jumlah peserta BPJS Kesehatan tercatat mencapai 222,5 juta orang. Sementara itu, hingga akhir 2020 jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan tercatat sebanyak 51,75 juta orang atau sekitar 19,1 persen dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270,2 juta orang.
Dia menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan bertanggung jawab memproteksi para pekerja, sehingga cakupan kepesertaannya adalah masyarakat di usia kerja. Namun, BPJS Kesehatan harus mencakup seluruh penduduk Indonesia, sehingga melibatkan pekerja maupun bukan pekerja.
Menurut Yuri, sinkronisasi itu di antaranya bermanfaat untuk menyisir penduduk mana yang terdaftar di salah satu program jaminan sosial tapi belum terdaftar di jaminan sosial lainnya. Misalnya, pekerja yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan oleh perusahaannya, tapi tidak ke BPJS Ketenagakerjaan.
Sinkronisasi itu membuat kedua BPJS dapat melakukan pendekatan kepada peserta yang belum terdaftar secara individu atau kepada pemberi kerja jika yang bersangkutan merupakan pekerja. Selain itu, pendekatan pun dapat dilakukan jika terdapat anggota keluarga yang belum terproteksi oleh jaminan sosial, sedangkan sang kepala keluarga sudah terproteksi.
"Untuk mencapai target 98 persen [jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan] itu kolaborasi data penting. Selain dengan BPJS Ketenagakerjaan, sinergi dengan Dukcapil pun penting, karena yang tahu data kependudukan siapa?" ujar Yuri.
Dia pun menilai bahwa target kepesertaan bukan semata-mata meningkatkan jumlah peserta. BPJS Kesehatan harus memastikan kualitas layanan turut meningkat, sehingga kepuasan peserta terhadap program jaminan kesehatan nasional (JKN) meningkat.
Secara paralel, proses sinkronisasi data kedua BPJS perlu disertai dengan penetapan sistem penanggungan saat peserta mengalami risiko. Menurut Yuri, perlu terdapat batasan yang jelas antara cakupan manfaat program JKN dengan jaminan kecelakaan kerja (JKK) di BPJS Ketenagakerjaan.
"Karena nanti kaitannya ke klaim. Sampai mana batasannya dia ditanggung oleh asuransi, atau apapun tentang kecelakaan kerja, sampai mana kelanjutannya oleh BPJS Kesehatan," ujarnya.
Bertambahnya jumlah peserta akan meningkatkan pendapatan iuran, tetapi juga meningkatkan potensi klaim. Oleh karena itu, menurut Yuri, pengelolaan keuangan dan penetapan sistem penanggungan antara BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dapat membuat kondisi keuangan kedua BPJS itu menjadi lebih sehat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel