Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pembatasan investasi dari industri asuransi dinilai sebagai peningkatan unsur kehati-hatian dalam pengelolaan dana nasabah. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) meyakini perusahaan-perusahaan asuransi telah menjalankan prinsip itu.
Ketua Bidang Operasional dan Perlindungan Konsumen AAJI Freddy Thamrin menjelaskan bahwa pihaknya terus berkomunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait rencana pembatasan investasi asuransi. Asosiasi meyakini niat dari peraturan itu positif, yakni untuk menjaga industri.
Dia menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan asuransi jiwa telah menjalankan prinsip kehati-hatian dalam mengelola dananya. Oleh karena itu, asosiasi terus memberikan masukan terkait peraturan yang akan terbit dalam bentuk Surat Edaran OJK (SEOJK) tersebut.
"Aturannya belum keluar, saya kira masih menunggu. Kami masih diajak diskusi mengenai apa yang dibatasi, tapi saya kira seluruh perusahaan asuransi cukup berprinsip mengenai kehati-hatian," ujar Freddy dalam konferensi pers paparan kinerja industri asuransi jiwa 2020, Selasa (9/3/2021).
Menurutnya, industri asuransi jiwa pasti akan mengejar imbal hasil maksimal dalam pengelolaan investasi. Potensi keuntungan yang besar pun akan diiringi oleh besarnya risiko, sehingga penerapan prinsip kehati-hatian menjadi rambu-rambu utama yang dipatuhi perusahaan-perusahaan asuransi.
"Pembatasan investasi oleh OJK kami pikir niatnya memang positif, ada unsur berhati-hati. Namun, dalam investasi namanya high return pasti high risk, kami tidak mau terlalu high risk karena dijaga rambu-rambu," ujar Freddy.
OJK merencanakan adanya pembatasan investasi industri asuransi, khususnya bagi produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked. Terdapat sejumlah poin pembatasan dari rancangan aturan itu yang telah diterima AAJI.
Pembatasan pertama terkait dengan penempatan investasi pada pihak yang terafiliasi dengan perusahaan. Semua jenis investasi hanya diperbolehkan maksimal 10 persen dari aset setiap subdana, kecuali afiliasi yang terjadi karena penyertaan modal pemerintah.
Lalu, pembatasan kedua adalah penempatan investasi di satu pihak maksimal 15 persen dari aset setiap subdana. Hal tersebut dikecualikan bagi deposito bank umum dan investasi di surat berharga negara (SBN).
Pembatasan lainnya yakni dalam pemilihan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN). OJK akan mengatur penempatan dana hanya di instrumen MTN dengan rating paling rendah idAA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel