Susul Rebound Wall Street, Bursa Asia Menguat

Bisnis.com,10 Mar 2021, 08:15 WIB
Penulis: Ika Fatma Ramadhansari
Bursa Asia/ Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia menguat menyusul rebound saham teknologi yang mengirim membuat indeks Nasdaq mencatat penguatan harian terbesar sejak November pada Rabu (9/3/2021).

Dilansir Bloomberg pada Kamis (10/3), indeks Nikkei 225 Jepang menguat 0,01 persen pada awal perdagangan, sedangkan indeks Hang Seng naik 0,81 persen dan FTSE Straits Time Singapura menguat 1,22 persen.

Bursa Asia mengikuti penguatan Wall Street kemarin. indeks Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 0,1 persen, sedangkan indeks S&P 500 naik 1,42 persen. Sementara itu, indeks Nasdaq Composite melonjak 3,69 persen.

Penguatan bursa AS didorong oleh rebound saham dengan valuasi yang lebih tinggi. Saham Tesla Inc. melonjak 20 persen. Langkah tersebut menghentikan rotasi saham-saham investor di tengah stimulus baru AS dan peningkatan laju vaksinasi.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun dari level tertinggi baru-baru ini dalam serangkaian lelang yang berlangsung tanpa mengganggu pasar. Harga emas mantap meraup keuntungan lebih dari 2 persen.

Sementara itu, Bitcoin diperdagangkan di atas US$ 54.000, dan harga minyak dan tembaga melemah dan menghentikan reli penguatan harga baru-baru ini.

Penurunan imbal hasil US Treasury membuat investor aset berisiko mengincar aset ke saham yang berorientasi pertumbuhan atau growth stock, yang sempat tertekan dalam beberapa waktu terakhir di tengah kekhawatiran terhadap valuasi saham. 

Pada hari Selasa (9/3/2021), investor mengincar saham-saham yang melemah cukup dalam yang baru-baru ini ditinggalkan karena terlalu mahal. Rotasi saham seperti ini umum terjadi dalam beberapa tahun terakhir, namun belakangan cenderung lebih ekstrem.

Analis portofolio New York Life Investments Lauren Goodwin mengatakan imbal hasil akhir-akhir ini naik seiring dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi

“Investor masih mendukung siklus atas aset defensif dan ekuitas daripada obligasi, dan Dolar AS yang lebih lemah," katanya.

Penjualan obligasi AS tenor 10 dan 30 tahun mendatang akan menguji selera investor terhadap aset teraman ini setelah lelang tenor tujuh membukukan penawaran yang kurang memuaskan dan mendorong imbal hasil lebih tinggi. Hal ini mengguncang seluruh aset berisiko secara global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini