Bisnis.com, JAKARTA - Bank dari kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan II sedang sibuk mengejar pemodal untuk memenuhi aturan baru yang dituangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak tahun lalu.
Kebijakan baru tersebut mewajibkan bank memiliki modal inti minimum yang sebelumnya Rp100 miliar menjadi Rp3 triliun pada akhir Desember 2022.
OJK optimistis dengan target ini. BUktinya sebagian bank BUKU I dan II sudah berhasil mendapatkan modal tambahan baik itu dari kegiatan penawaran perdana (IPO), rights issue hingga konsolidasi lewat akuisisi dan merger.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengutarakan bahwa dalam upaya penambahan modal ini, peran perusahaan teknologi finansial makin terlihat signifikan. Hal ini pula yang nantinya diperkirakan akan mendorong transformasi bank kecil menjadi bank digital untuk kemudian memiliki daya saing tinggi di tengah industri.
Bank-bank kecil harus menambah modal dan mereka harus cari investor baru. Pada saat yang sama ada banyak tekfin yang mengupayakan ekspansi layanan dan bisnis dengan membangun bank digital.
"Tapi untuk membuat bank digital itu tidak mudah. Daripada mereka [tekfin] bangun infrastruktur baru, mendingan beli bank kecil. Bank juga diuntungkan karena mereka perlu setoran modal baru," ujarnya dalam webinar Indonesia Investment Education (IIE) yang diadakan Sabtu (13/3/2021).
Hingga saat ini baru ada tiga bank digital yang beroperasi di Indonesia, yakni PT Bank BTPN Tbk. (BTPN), PT Bank DBS Indonesia dan PT Bank Jago Tbk. (ARTO).
Dalam waktu dekat, Bank BCA Digital yang merupakan hasil akuisisi PT Bank Central Asia Tbk. terhadap PT Bank Royal Indonesia, juga diperkirakan segera beroperasi. Adapun, PT BRI Agroniaga Tbk. juga akan bersiap untuk bertransformasi menjadi bank digital.
Dilihat dari polanya, Suria mengatakan bahwa bank kecil memiliki pesonanya sendiri dan berpeluang untuk lebih unggul ketika bertransformasi menjadi bank digital.
Dari segi skala bisnis, bank kecil akan lebih leluasa untuk mengubah sistem dan cara kerja layanan terhadap nasabah jika dibandingkan dengan bank besar yang mungkin akan butuh waktu lebih lama untuk bertransformasi.
Faktor ini pula yang menurutnya mempengaruhi keputusan beberapa perusahaan teknologi finansial untuk mengakuisisi saham bank kecil untuk meramaikan eksistensi bank digital di Indonesia. "Perusahaan tekfin dengan basis konsumennya yang tinggi dapat menjadi sumber bisnis baru untuk bank," kata Suria.
Dia mengambil contoh PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang sahamnya diakuisisi oleh perusahaan teknologi finansial, termasuk Gojek yang mengambil alih 22% saham bank lewat lini bisnis GoPay. Bagi bank, ekosistem finansial teknologi yang sangat kaya data berpotensi sebagai prospek kredit.
"Bayangkan saja jika seperempat dari user Gojek, yang sebagian besar menggunakan GoPay, dapat memberikan bisnis kepada Bank Jago. Secara valuasi, bank kecil yang diakuisis oleh perusahaan teknologi finansial juga mendapatkan manfaat. Meskipun kapitalisasi pasar tidak seunggul bank konvensional, tapi sudut pandang ini menjadi hal yang menarik," tambah Suria.
Namun dia mengingatkan bahwa valuasi ini sifatnya masih prediksi dan investor tetap harus berhati-hati apabila kenyataannya tidak sesuai ekspektasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel