Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyediakan ruang bagi perguruan tinggi untuk melakukan edukasi dan literasi keuangan kepada masyarakat.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kebijakan perlindungan konsumen bukan hanya melindungi nasabah ketika bank tempat menyimpan dananya bangkrut. Hal tersebut telah diatur melalui mekanisme Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Namun perlindungan konsumen yang terutama, kata Wimboh, adalah upaya pencegahan sehingga masyarakat memahami ketika memilih produk keuangan sesuai dengan kondisinya. Selain juga, pemahaman masyarakat dalam memilih produk keuangan yang legal.
"Oleh karena itu sangat penting untuk edukasi dan literasi masyarakat masyarakat, sehingga kita akan menyediakan slot dengan USU [Universitas Sumatera Utara] melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat," katanya dalam Webinar Otoritas Jasa Keuangan dan Keamanan Dana Masyarakat dalam Pengelolaan oleh Lembaga Jasa Keuangan, Senin (15/3/2021).
Wimboh mengatakan hal tersebut sangat penting. Sebab, saat ini masyarakat banyak diiming-imingi pinjaman melalui elektronik maupun digital.
Proses yang sangat cepat karena hanya bermodal KTP dan memiliki ponsel, membuat banyak orang tertarik. Di sisi lain, masyarakat tidak menyadari bunga yang ditawarkan sangat mahal.
"Ada yang pinjam semalam hingga 20 kali. Mereka lupa ternyata pinjam harus mengembalikan dan bunganya sangat mahal. Begitu ditagih ribut. Ini kasus yang ada di masyarakat sehingga edukasi literasi sangat penting," imbuhnya.
Di samping itu, masyarakat juga diminta waspada terhadap penawaran produk investasi yang menjanjikan untung tidak normal. Dia mengatakan banyak sekali produk ilegal yang memberikan untung tinggi, tetapi pada akhirnya tidak bisa mengembalikan. Hal tersebut banyak terjadi di masyarakat.
Oleh karena itu, OJK membentuk kebijakan berkaitan dengan transparansi. Produk-produk keuangan sebelum dikeluarkan akan diuji dan melalui masa transisi.
Di samping itu, lembaga keuangan seperti perbankan dan pasar modal patuh terhadap aturan regulator, sehingga apabila ada permasalahan dapat diketahui lebih awal dan dapat diselesaikan lebih awal.
OJK akan meminta pengurus memperbaikinya, bahkan jika perlu setor modal. Di samping, edukasi kepada masyarakat tetap dilakukan
Namun demikian, diakui Wimboh, tidak jarang masing-masing pihak ada moral hazard. Misalnya moral hazard di penyedia produk melalui online dengan tidak melaporkan ke OJK sehingga harus ditutup.
"Ini terus kami lakukan, memang tidak ada hentinya. Ditutup sore, pagi buka lagi. Namanya juga lewat internet. Tantangan-tantangan ini yang dihadapi OJK," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel