Bisnis.com, JAKARTA — Pasal 38 Anggaran Dasar Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 menjadi buah bibir setelah penetapan Ketua Badan Perwakilan Anggota Nurhasanah sebagai tersangka, akibat tidak melaksanakan perintah terkait pasal tersebut. Apa isi pasal itu?
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing menjelaskan bahwa organ Badan Perwakilan Anggota (BPA) atau Rapat Umum Anggota (RUA), Direksi, dan Dewan Komisaris Bumiputera memiliki kewajiban untuk melaksanakan Pasal 38 Anggaran Dasar perusahaan.
Mereka memiliki waktu paling lambat 30 September 2020 untuk melaksanakan amanat pasal tersebut. Namun, berdasarkan pemeriksaan oleh penyidik OJK terbukti sampai batas waktu itu, perintah tertulis OJK terkait implementasi Pasal 38 tidak dilaksanakan oleh Bumiputera.
"Untuk itu, penyidik menetapkan telah terjadi dugaan pelanggaran tindak pidana sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 Undang-Undang [UU] 21/2011 tentang OJK dan/atau Pasal 54 UU 21/2011 tentang OJK," ujar Tongam melalui keterangan resmi, Jumat (19/3/2021).
Penyidik OJK pun menetapkan Nurhasanah sebagai tersangka dengan dugaan tidak melaksanakan perintah tertulis dari otoritas. Sebenarnya, apa isi dari pasal yang diperkarakan kepada BPA tersebut?
Bisnis memperoleh dokumen Anggaran Dasar (AD) Bumiputera yang ditetapkan pada 2011 berdasarkan putusan Sidang Luar Biasa (SLB) BPA. Dokumen itu pun tercantum dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 14/6–2011 No.47.
Dalam dokumen itu, tercantum bahwa pasal 38 AD adalah tentang Kerugian. Terdapat empat ayat yang membahas langkah-langkah jika satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama (mutual) itu mengalami kerugian.
Jika Bumiputera menderita kerugian, maka kerugian pertama-tama akan ditutup dengan dana cadangan umum. Namun, jika upaya itu belum cukup, kerugian harus ditutup dengan dana jaminan dan ekuitas lainnya.
"Jika dana jaminan tersebut juga tidak dapat menutup kerugian, maka diadakan Sidang LUar Biasa BPA dengan berpedoman pada Pasal 40 guna memutuskan apakah AJB Bumiputera 1912 dilikuidasi atau dilanjutkan berdirinya dengan mempertahankan bentuk usaha bersama atau mengubah bentuk badan usaha lainnya," tertulis dalam AD yang dikutip Bisnis.
Ayat (4) pasal tersebut mengatur jika perusahaan tetap lanjut berdiri, maka sisa kerugian dibagi secara prorata di antara para anggota Bumiputera dengan cara-cara yang ditetapkan dalam sidang BPA.
Berdasarkan ayat (3) pasal tersebut, penyelenggaraan sidang luar biasa BPA harus berpedoman ke Pasal 40 AD Bumiputera. Pasal 40 sendiri yakni tentang Pembubaran.
"Pembubaran AJB Bumiputera 1912 hanya dapat terjadi atas permintaan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari seluruh jumlah anggota AJB Bumiputera 1912, yang mewakili sekurang-kurangnya dua per tiga dari seluruh uang pertanggungan AJB Bumiputera 1912," tertulis dalam Pasal 40 AD Bumiputera.
Ketua BPA Bumiputera Periode 2018–2020 Nurhasanah menjelaskan bahwa pihaknya diperintahkan oleh OJK untuk mengimplementasikan Pasal 38 AD. Namun, terdapat ketentuan-ketentuan yang tidak dapat dipenuhi sehingga Pasal 38 belum bisa diimplementasikan.
Menurutnya, ketentuan ayat (1) dan ayat (2) yakni cadangan umum, cadangan lainnya, dan dana jaminan tidak mencukupi untuk menutup defisit Bumiputera. Saat masuk ke ketentuan ayat (3) yang mengacu ke Pasal 40, implementasi pun tidak dapat dilakukan karena syarat minimal uang pertanggungan (UP) tidak terpenuhi.
"Total UP seluruh anggota kurang dari dua per tiga [syarat] UP. Jangankan dua per tiga, satu per tiga saja tidak ada. Jadi simpulannya pasal 38 tidak dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi syarat sesuai isi pasal 38 dan pasal 40," ujar Nurhasanah kepada Bisnis, Senin (22/3/2021).
Dia menilai bahwa memaksakan implementasi pasal 38 justru berarti melanggar AD itu sendiri. Nurhasanah pun mengaku telah menjelaskan kepada OJK terkait kondisi itu melalui surat pada 30 April 2020.
Selain melalui surat resmi, Nurhasanah pun mengaku sudah berkomunikasi secara langsung dengan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi. Menurutnya, kondisi itu memerlukan penjelasan dari pihak OJK.
"Setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi saya berkomunikasi dengan Pak Riswinandi melalui WA [WhatsApp], kata beliau 'baik, kirimkan saja suratnya' [terkait penjelasan BPA]. Namun, sampai detik ini surat tidak dibalas oleh OJK," ujar Nurhasanah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel