Bisnis.com, JAKARTA — Risiko keamanan siber dinilai terus meningkat seiring digitalisasi aktivitas ekonomi selama pandemi Covid-19. Operasional bisnis yang bergantung kepada teknologi membuat kemanannya harus ditingkatkan, termasuk di perusahaan fintech.
Ketua Eksekutif Digital ID dan Data Privacy Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Sati Rasuanto menjelaskan bahwa tren digitalisasi di berbagai sektor perekonomian terus meningkat. Pandemi Covid-19 membuat aktivitas tatap muka kian terbatas, sehingga digitalisasi menjadi penting.
Menurutnya, kondisi itu turut terjadi dalam kegiatan operasional perusahaan-perusahaan fintech. Cara perusahaan dalam beroperasi pun berubah, karyawan yang biasanya bekerja secara tatap muka beralih menjadi bekerja secara virtual dengan bantuan teknologi.
Sati yang juga Chief Executive Officer PT Indonesia Digital Identity (VIDA) menilai bahwa meningkatnya tren digitalisasi, khususnya adopsi teknologi digital dalam pola kerja, turut berimbas pada meningkatnya risiko keamanan siber perusahaan.
Dalam gelaran FinTech Talk bertema “Rolling in the Deep: The Role of Cyber security in Accelerating the Adoption of Innovation in Digital Financial Services Ecosystem”, Sati menjelaskan bahwa terdapat hal-hal yang perlu dipetakan terkait keamanan siber bagi perusahaan fintech dalam kondisi saat ini.
“Pertama, memetakan tantangan-tantangan yang perusahaan penyedia layanan jasa keuangan digital, termasuk fintech di dalamnya, [dalam] menghadapi keamanan siber. Kedua, memetakan potensi kolaborasi antarpemain di dalam ekosistem layanan keuangan digital untuk memperkuat keamanan siber,” ujar Sati pada Jumat (26/3/2021) melalui keterangan resmi.
Sejauh ini, terdapat beberapa hal yang lazim dilakukan perusahaan fintech untuk menjaga keamanan sibernya. Misalnya, perusahaan dengan teliti meningkatkan tata kelola teknologi informasi dan mempercepat pertumbuhan aset teknologi informasinya, untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat.
Selain itu, Sati pun menjabarkan bahwa perusahaan-perusahaan kerap meningkatkan jumlah tenaga kerja di bidang keamanan teknologi informasi. Hal-hal itu dilakukan untuk meminimalisasi risiko serangan siber, khususnya terhadap risiko yang tidak teridentifikasi sejak awal.
"Kegiatan operasional perusahaan di tengah zaman yang berubah ini akan terpengaruh secara signifikan di masa mendatang," ujarnya.
Sati pun menilai bahwa kecenderungan pola kerja secara virtual menempatkan teknologi pada posisi yang sangat penting. Dengan adanya teknologi, komunikasi antardivisi dalam sebuah perusahaan dapat tetap terjalin sehingga roda perekonomian terus berputar.
Namun, bak dua sisi koin, kemudahan yang teknologi bawa juga mengandung risiko serangan siber yang erat kaitannya dengan perlindungan atau kerahasiaan data dan privasi. Untuk itulah, dia mengimbau para pemain di ekosistem layanan keuangan untuk berkolaborasi dalam menciptakan jagad siber yang aman.
“Dengan berkolaborasi, pengetahuan kita akan semakin bertambah, terutama soal standar internasional terkait keamanan siber yang menjadi acuan dunia kita hari ini,” ujar Sati.
Country General Manager Lenovo Indonesia Budi Janto pun menekankan pentingnya menciptakan kesadaran akan keamanan siber bagi perusahaan-perusahaan, termasuk fintech, di Indonesia. Cybersecurity pun terus menjadi prioritas perusahaan pada 2020.
“Ruang kerja fleksibel dapat meningkatkan risiko data breach sehingga keamanan data ini harus menjadi prioritas nomor satu perusahaan dalam transformasi digital, termasuk menyediakan akses yang aman menuju resource perusahaan," ujar Budi.
Dia memperkirakan investasi terkait cybersecurity akan terus meningkat hingga 10 persen pada 2021. Investasi itu perlu diiringi oleh kolaborasi perusahaan dengan mitra teknologi strategis untuk mengamankan area-area yang rentan terjadi breach.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel