BI Ungkap 3 Peran Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Syariah dalam PEN

Bisnis.com,31 Mar 2021, 14:00 WIB
Penulis: Dany Saputra
Ilustrasi lembaga keuangan syariah./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memandang kebijakan ekonomi syariah selama masa pemulihan ekonomi nasional untuk menghadapi pertumbuhan yang terhambat.

Dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKSI) 2020, BI memaparkan 3 peran ekonomi dan keuangan syariah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Pertama, peran kebijakan syariah sebagai bagian dari bauran kebijakan utama BI baik moneter dan makroprudensial. “Bauran kebijakan yang akomodatif ini ditempuh untuk mendukung likuiditas perbankan syariah yang pada gilirannya ditujukan untuk mendorong penyaluran pembiayaan syariah,” tulis BI.

Dari sisi moneter, kebijakan pelonggaran sesuai prinsip syariah yang dilakukan seperti mengeluarkan instrumen injeksi likuiditas sesuai syariah untuk mendukung likuiditas perbankan syariah, dan penurunan giro wajib minimun (GWM) syariah.

Sementara di sisi makroprudensial, kebijakan pelonggaran secara syariah dilakukan melalui pelonggaran GWM Syariah Rupiah Insentif untuk perbankan syariah yang menyalurkan pembiayaan untuk UMKM, ekspor-impor, dan sektor-sektor prioritas dalam program PEN.

Lalu, pelonggaran disinsentif Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIMS), penurunan Financing to Value (FTV), dan uang muka penyaluran pembiayaan untuk kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.

Kedua, mendukung ketahanan usaha syariah melalui pemberdayaan ekonomi syariah yang berdasarkan prinsip kemitraan, baik pada UMKM syariah dan unit ekonomi pesantren.

“Dengan model usaha berbasis kemitraan dan mengoptimalkan bagi hasil, peluang usaha menjadi tetap terjaga melalui dukungan ketahanan menghadapi risiko usaha,” jelas BI.

Ketiga, melalui optimalisasi keuangan sosial syariah seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf secara inklusif untuk memitigasi peningkatan kemiskinan dan melebarnya ketimpangan.

BI mencontohkan pemanfaatan infak dan sedekah secara produktif untuk mendukung daya tahan usaha ultra-mikro, usaha mikro dan usaha kecil. Sementara, dana zakat dapat digunakan untuk menopang daya beli sebagai sumber pembiayaan kebutuhan dasar konsumsi mustahik (penerima zakat).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini