Investor Asing ‘Flight to Quality’, Pasar SUN Belum Bergairah

Bisnis.com,31 Mar 2021, 14:47 WIB
Penulis: Dwi Nicken Tari
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (3/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Perbaikan data makroekonomi di China bisa menjadi katalis positif di pasar saham negara berkembang, namun belum untuk pasar obligasi. Kondisi pasar obligasi Indonesia disebut masih terbebani oleh peningkatan yield Treasury AS.

Adapun, pemerintah telah melaksanakan lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (30/3/2021) dan hanya menyerap Rp4,75 triliun dari total penawaran masuk

Total penawaran yang masuk pada lelang hari ini adalah sebesar Rp33,95 triliun. Total nominal yang dimenangkan dari keempat seri yang ditawarkan adalah Rp4,75 triliun.

Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan partisipasi asing masih rendah di pasar obligasi Indonesia saat imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun atau US Treasury merangkak naik lagi.

Berdasarkan data Bloomberg, US Treasury terpantau menguat menjadi 1,72 persen pada pukul 14.13 WIB, Rabu (31/3/2021), setelah sempat menyentuh level 1,77 persen.

Faiz menyebut perbaikan data makroekonomi di China sebagai negara berkembang terbesar memang dapat menambah kepercayaan diri investor nonresiden untuk kembali ke pasar emerging market. Namun, instrumen yang dibidik tampaknya masih ke aset berisiko seperti saham alih-alih surat utang.

“Untuk aset yang sifatnya less riskier termasuk obligasi, investor asing switch ke obligasi AS dan negara berkembang yang relatif rendah ketergantungan arus modal asingnya karena harga obligasi cenderung stabil/naik,” jelas Faiz kepada Bisnis, Rabu (31/3/2021). 

Melihat kebutuhan AS sedang tinggi dan yield US Treasury terus meningkat, Faiz menyebut portofolio aset investor yang dialokasikan ke instrumen berisiko rendah seperti SUN di Indonesia akan pindah ke obligasi di AS dalam rangka flight to quality.

Sementara itu, dari dalam negeri kapasitas perbankan juga kian terbatas untuk menyerap SUN.

Faiz menunjukkan perbankan sudah menyerap SUN sekitar Rp208 triliun, termasuk yang dari operasi moneter Bank Indonesia. Dengan asumsi pertumbuhan kredit tumbuh 5 persen tahun ini, diperkirakan bank hanya akan dapat menyerap SUN senilai Rp263 triliun lagi.

“Mungkin [serapan SUN dari perbankan] untuk semester I ini lebih tinggi dari Rp263 triliun, sebelum kredit berjalan,” imbuh Faiz.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini