Bisnis.com, JAKARTA - Progres program restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tercatat sangat signifikan. Sejak dua bulan program penyelamatan polis diluncurkan, sudah ada sebanyak 87% nasabah bancassurance yang ikut program tersebut.
Tingginya keikutsertaan nasabah bancassurance dalam program penyelamatan polis ini pun bukan hal yang mudah. Sebab, restruktukrisasi dinilai menjadi program yang pahit bagi nasabah, akan tetapi tidak ada pilihan lain untuk pengembalian dana nasabah.
Salah satu nasabah bancassurance Jiwasraya, Ivander menceritakan bahwa, meskipun program restrukturisasi hal yang berat bagi nasabah, akan tetapi dia berharap program restrukturisasi ini dapat menyelesaikan masalah nasabah dengan skema yang tepat.
Oleh karena itu, dia butuh komitmen yang tegas dari manajemen baru Jiwasraya dan pemerintah untuk dapat menyelesaikan program penyelamatan polis ini dengan sebaik-baiknya.
“Saya ikut restrukturisasi karena kami butuh komitmen yang tegas dari pihak Jiwasraya dan BUMN, untuk dapat menyelesaikan ini dengan sebaik-baiknya dan hal ini sangat penting sekali untuk kami para korban dalam kondisi yang tidak baik,” katanya kepada Bisnis, Senin (5/4/2021).
Komiten itu, kata Ivander, akan membawa kepercayaan masyarakat di industri asuransi ini. Sebab, sepengetahuannya, sudah banyak masyarakat yang tidak percaya dengan instansi keuangan di Indonesia.
“Dengan lemah nya pengawasan dan selalu merugikan pihak nasabah, saya sangat berharap agar tidak ada lagi kejadian seperti ini ke depan. Agar orang lain tidak merasakan apa yang saya rasakan,” terangnya.
Seperti yang diketahui, untuk menyelamatkan pemegang polis Jiwasraya, pemerintah menyiapkan dana senilai Rp26,7 triliun, yang berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp22 triliun ditambah dengan Rp4,7 triliun yang berasal dari fund raising IFG selaku induk Holding Asuransi.
Sementara itu, sampai pada Desember 2020, ekuitas negatif Jiwasraya menembus Rp38,5 triliun. Alhasil, dana melalui PMN dan fund raising tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan pengembalian dana pemegang polis. Sehingga, melalui program restrukturisasi akan ada yang namanya penyesuaian manfaat atau haircut kepada pemegang polis yang mencapai 40%.
Mengingat dana PMN sebesar Rp22 triliun belum juga cair, Ivander juga meminta supaya pemerintah menepati janjinya untuk segera menerbitkan PMN tersebut. Hal itu supaya nasabah juga bisa mendapatkan kepastian pengembalian dana ketika program restrukturisasi berjalan.
“Agar bisa diketahui kapan kepastian pembayarannya. Negara harus memberikan contoh yang lebih baik sebagai tolak ukur yang lebih di perhitungkan dalam tanggung jawabnya,” ungkapnya.
Sebagai gambaran, kasus gagal bayar di Jiwasraya terjadi karena adanya pembiaran oleh manajemen Jiwasraya sejak tahun 2006. Krisis keuangan perusahaan terjadi karena adanya sejumlah masalah.
Salah satunya perihal penerbitan produk JS Saving Plan yang memiliki bunga tetap diangkat 14% untuk produk JS Saving Plan tradisional dan 6% - 13% untuk produk JS Saving Plan bancassurance per tahunnya.
Manajemen lama Jiwasraya juga lalai dalam prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Mereka menempatkan portofolio investasi perusahaan pada portolio investasi tanpa perhitungan dan tidak mengacu aturan.
Atas hal itulah terungkap adanya praktik korupsi atau fraud oleh manajemen lama Jiwasraya dengan melibatkan pelaku pasar modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel