Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa pusat data dan pusat pemulihan bencana yang ada di Indonesia telah mumpuni untuk menopang bisnis lembaga jasa keuangan. Hal tersebut mendasari terbitnya kewajiban penempatan pusat data di wilayah Indonesia.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 1A OJK Dewi Astuti menjelaskan bahwa POJK 4/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keangan Non Bank salah satunya mewajibkan sistem elektronik pada pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana sistem elektronik harus ada di wilayah Indonesia.
Dewi membenarkan bahwa isu keamanan dan kualitas pusat data di Indonesia sempat menjadi kekhawatiran para pelaku usaha sektor keuangan, termasuk kembali menjadi pembahasan saat OJK menggodok POJK 4/2021. Namun, Dewi meyakini bahwa aturan tersebut dapat dipenuhi karena kualitas pusat data di Indonesia sudah mumpuni.
"Isunya dulu sangat mengemuka di perbankan, khususnya bagi bank-bank yang dimiliki asing. Dulu beberapa bank berbentuk PT yang dimiliki asing, data center dan data recovery center-nya ada di luar negeri, tapi seiring enforcement dengan aturan yang ada mereka mengikuti aturan itu [menempatkan pusat datanya di Indonesia]," ujar Dewi pada Rabu (7/4/2021).
Dia menjelaskan bahwa langkah perbankan dalam mendorong penempatan sistem elektronik pada pusat data dan/atau pusat pemulihan bencana di Indonesia membuat hal tersebut dapat turut berlaku di industri keuangan non-bank (IKNB). Kualitas infrastruktur pun telah berkembang pesat sehingga semakin mumpuni.
Dewi menegaskan bahwa penempatan pusat data di Indonesia menjadi sangat penting karena menyangkut kedigdayaan data. Aturan itu pun menjadi salah satu upaya untuk menjaga keamanan data para nasabah karena data itu berada di dalam negeri sehingga dilindungi hukum Indonesia, termasuk oleh UU Perlindungan Data Pribadi yang sedang difinalisasi.
"Ini terkait kedigdayaan data. Nanti pun akan investasi pembangunan data center dan data recovery center, lalu akan ada transfer knowledge [dari pembangunan tersebut]," ujar Dewi.
Mekipun begitu, OJK menyebut bahwa salah satu aspek yang membuat pusat data luar negeri masih menarik adalah ketersediaan sumber listrik yang beragam sedangkan sumber listrik di Indonesia hanya berasal dari PT PLN (Persero).
Sementara itu, POJK 4/2021 telah diberlakukan mulai 17 Maret 2021 setelah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly. Beleid itu berlaku bagi seluruh jenis LJKNB, mulai dari asuransi, perusahaan pembiayaan, pergadaian, dana pensiun, hingga badan penyelenggara jaminan sosial atau BPJS.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan bahwa aturan itu terbit mengingat perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat cepat tetapi di satu sisi bersifat disruptif. Sektor IKNB pun didorong untuk meningkatkan penggunaan TI agar menggenjot produktivitas dan bisnisnya.
Di sisi lain, penggunaan TI memiliki potensi risiko yang dapat merugikan perusahaan terkait dan konsumennya. Oleh karena itu, IKNB harus dapat menerapkan manajemen risiko yang memadai dalam penggunaan TI dengan mengedepankan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi (MRTI).
"Hingga saat ini belum seluruh jenis LJKNB memiliki pengaturan mengenai MRTI, sementara pengaturan yang ada bagi beberapa jenis LJKNB memiliki cakupan pengaturan yang terbatas. Oleh sebab itu perlu adanya pengaturan mengenai penerapan MRTI bagi LJKNB secara komprehensif untuk seluruh LJKNB dalam satu POJK," tulis Wimboh dalam ringkasan POJK 4/2021 yang dipublikasikan pada Senin (22/3/2021).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel