Bantahan Jokowi soal Impor dan Anjloknya Harga Beras

Bisnis.com,09 Apr 2021, 20:56 WIB
Penulis: Rayful Mudassir
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Meski telah mendapat penegasan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemerintah tidak berencana mengimpor beras, tapi isu menurunnya harga gabah masih dikaitkan dengan desas-desus tersebut.

Pada 26 Maret 2021 malam, Jokowi secara mendadak menyampaikan persoalan importasi beras kepada publik. Hal itu dilakukan setelah beredar kabar bahwa pemerintah akan impor beras 1 juta ton meski Indonesia tengah memasuki masa panen raya.

"Saya pastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke Negara kita Indonesia," kata Jokowi melalui lama Youtube Setpres, Jumat (26/3/2021).

Indonesia memang punya nota kesepahaman dengan sejumlah negara penghasil beras perihal importasi komoditas ini. Beberapa di antaranya seperti Thailand dan Vietnam. Akan tetapi Jokowi memastikan belum ada beras yang masuk ke Tanah Air.

Presiden menyebut beras di petani akan diserap oleh Perum Bulog. Pemerintah juga melibatkan Kementerian Keuangan untuk memastikan anggaran penyerapan dapat tersedia.

Pernyataan ini agaknya ditekan oleh desas desus turunnya harga di beras di tingkat petani. Isu importasi diklaim menyebabkan harga beras di tingkat petani menurun, mesti tengah memasuki masa panen raya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Setianto menjelaskan bahwa harga gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) mengalami penurunan harga pada Maret 2021.

Laporan BPS pada 1 April 2021 menunjukkan bahwa GKG pada Maret 2021 turun 1,99 persen dibandingkan dengan Februari dari Rp5.320 per kilogram menjadi Rp5.214 per kilogram. Harga GKG juga tercatat turun 9,57 persen pada Maret 2021 secara year on year (yoy).

Sementara itu, GKP mengalami penurunan tajam. Pada Maret turun dari Rp4.756 per kilogram menjadi Rp4.385 per kilogram secara month to month (mom) atau turun 7,85 persen. Sedangkan secara yoy, GKP terkoreksi cukup dalam yaitu 11,17 persen.

Setianto memaparkan, penurunan ini disebabkan dua faktor. Pertama, tingginya suplai beras lantaran masih dalam masa panen atau pascapanen. Kedua, curah hujan masih menyelimuti wilayah pertanian. Kondisi ini menyebabkan kadar air yang dihasilkan dari panen cukup tinggi.

"Kedua hal ini yang menjadi penyebab menurunnya harga gabah kering panen pada bulan maret dari 4.758 per kg menjadi 4.385 per kg,” katanya

Penurunan ini disertai dengan menurunnya harga beras di penggilingan. Catatan BPS, harga beras premium turun 1,69 persen, medium anjlok 2,48 persen dan harga beras di luar kualitas merosot 4,42 persen.

Ombudsman RI turut melakukan investigasi terhadap penurunan harga gabah di sejumlah wilayah di Pulau Jawa selama 2 - 4 April 2021. Pendalaman dilakukan di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon.

Tim Ombudsman melihat fenomena penurunan harga gabah lebih dalam ke para petani. Dalam salinan hasil investigasi yang diperoleh Bisnis, setidaknya tim menemui langsung 16 petani untuk mengukur kadar air serta menanyai harga gabah di wilayah masing-masing.

“Hasil ini selintas sesuai dengan rilis yang disampaikan BPS bahwa memang harga gabah di tingkat petani mengalami penurunan. Bahkan lebih rendah angkanya dibandingkan dengan BPS,” tulis laporan tersebut dikutip Bisnis, Kamis (8/4/2021).

Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika menilai temuan lembaga itu menunjukkan bahwa harga gabah di tingkat petani lebih rendah dari rilis BPS yaitu Rp3.888 per kilogram. Sedangkan data BPS menunjukkan GKP Rp4.385 per kilogram.

Selain itu, kadar air menggunakan alat pengukur di sejumlah wilayah tersebut rerata justru lebih tinggi dari laporan BPS sekitar 21 persen, yaitu 28,16 persen. Namun begitu angka ini diakui hanya sampel, berbeda dengan hasil BPS yang disurvei secara nasional.

Pada prosesnya, gabah hasil panen mesti melewati sejumlah tahapan. Dimulai dari proses memotong jerami, memisahkan butir padi dari batang, menghilangkan padi hampa batang dan sisa perontokan, proses pengeringan, mengurangi kadar air hingga proses penyimpanan.

Pada masa panen tahun ini, Ombudsman mendapati kenaikan produksi gabah dibandingkan tahun lalu sekitar 2 - 3,1 persen. Angka ini sesuai prediksi BPS bahwa produksi gabah sepanjang Januari - April 2021 meningkat 27 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Selain itu, tahun ini cuaca di Indonesia cenderung basah. Curah hujan sepanjang Maret 2021 dinilai lebih tinggi dan merata dibandingkan dengan Maret 2020. Kondisi ini berdampak terhadap peningkatan kadar air dan mempengaruhi hasil panen.

“Jadi saya melihat problemnya harga beras turun bukan masalah impor, tetapi turun mutu. Kenapa? Ketika dipanen pada musim hujan, dia akan mengakibatkan kadar air tinggi menjadi rata-rata 28,16 persen,” katanya kepada Bisnis.

Analisanya, apabila kadar air gabah kering panen 28,16 persen, kemudian dikeringkan menjadi kadar air normal sebesar 14 persen maka susut gabahnya sebesar 14,16 persen.

Sementara itu, kadar hampa gabah dari 18 persen menjadi 5 persen, maka susut gabah menjadi 13 persen. Alhasil total susut pasca panen dari kadar air dan kadar hampa mencapai 27,16 persen.

“Jika rata rata harga pembelian gabah kering panen sebesar Rp3.888 per kilogram, dengan susut 27,16 persen, maka nilai gabah kering gilingnya setara dengan Rp5.338 per kilogram.”

Hitung-hitungan itu melebihi harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering giling yang ditetapkan pemerintah berdasarkan Permendag No 24/2020 yaitu Rp5.250 persen.

Ombudsman menyebut penurunan harga gabah di musim panen raya dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan kandungan kadar air. Maknanya, produksi beras selama musim panen mengalami peningkatan. Di sisi lain, kadar air gabah juga naik.

“Tidak ada fakta kuat menghubungkan isu impor terhadap penurunan harga. Bukan harga gabah yang turun, melainkan kualitas atau mutu gabah yang turun,” terangnya.

Yeka menilai pelayanan publik terhadap petani tidak terselesaikan dengan menuduh impor, akan tetapi siapa yang mengendalikan penurunan mutu beras di petani. Ombudsman juga merekomendasikan pemerintah untuk membentuk aturan komprehensif terkait perberasan dari hulu ke hilir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fitri Sartina Dewi
Terkini