Bisnis.com, BALI - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) banyak menerima pengajuan permohonan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk merger, seiring dengan tenggat kewajiban modal inti minimum yang semakin dekat.
Kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum Bank Perkreditan Rakyat tertuang dalam POJK Nomor 5/POJK.03/20215. Modal inti minimum BPR ditetapkan sebesar Rp6 miliar wajib dipenuhi paling lambat 31 Desember 2024.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat melihat banyak BPR melakukan merger untuk memenuhi kewajiban modal inti tersebut. BPR memiliki masa transisi untuk memenuhi kewajiban modal inti yakni Rp3 miliar di 2020 dan Rp6 miliar pada 2024.
"Setiap tahun ada yang meminta merger karena kami melihat untuk antisipasi ke depan," katanya dalam media gathering OJK di Bali, Jumat (9/4/2021).
Merger biasanya dilakukan antar BPR yang dimiliki oleh pemegang saham yang sama. Di samping itu, beberapa BPR juga diketahui mengakuisisi BPR yang lain.
Teguh mencatat sudah ada lebih dari 10 BPR yang melakukan penggabungan. Adapun pada tahun ini, OJK telah memproses sekitar 4-5 izin merger BPR.
Lebih lanjut, Teguh mengatakan OJK juga mengatur pendirian BPR baru berdasarkan zonasi wilayah pada Desember 2020. Ketentuan tersebut tertuang dalam POJK Nomor 62/POJK.03/2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat.
Modal disetor pendirian BPR ditetapkan paling sedikit Rp100 miliar untuk BPR yang didirikan di zona 1, Rp50 miliar di zona 2, dan Rp25 miliar di zona 3. Hal itu dilakukan agar pendirian BPR bisa merata di semua wilayah.
"Untuk penyiapan modal BPR yang baru ini kami kategorikan sesuai dengan klasternya. Di Jawa dan Bali karena sudah banyak [BPR] sehingga Rp100 miliar, Sumatra Rp50 miliar, dan yang paling sedikit jumlahnya [BPR] Rp25 miliar. Ini untuk antisipasi ke depan karena BPR saat ini sudah 1.700an," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel