Bisnis.com, JAKARTA - Penyaluran kredit melalui perusahaan teknologi finansial dengan skema channelling diperkirakan akan kembali membaik pada tahun ini. Kendati demikian, peningkatannya akan moderat lantaran ekspansi produk digital perbankan nasional.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah penerusan kredit atau channelling pada Januari 2021 ini tercatat Rp12,94 triliun, masih tercatat turun 8,5% secara tahunan. Adapun, penyaluran kredit channelling yang terbesar terjadi pada 2019 yakni Rp14,24 triliun, yang periode itu pun naik signifikan yakni 17,97% secara tahunan.
Adapun, penerusan kredit biasanya biasanya skema kerja sama penyaluran kredit antara bank umum dengan bank perkreditan rakyat (BPR) atau teknologi finansial.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin menyampaikan kinerja dan kepercayaan terhadap industri teknologi finansial sudah mulai membaik beberapa tahun terakhir.
Bahkan, otoritas pengawas sudah membuka berbagai dukungan melalui pengaturan maupun perizinan agar industri fintech berjalan baik dengan skema penyaluran pembiayaan langsung maupun dengan skema peer-to-peer. Perbankan pun membuka peluang kerja sama cukup dengan tekfin cukup gencar.
Tahun ini konsumsi masyarakat akan mulai membaik sehingga akan banyak kebutuhan pembiayaan baik produktif dan konsumsi yang dibutuhkan sehingga mendongkrak kinerja tekfin.
"Seiring dengan perbaikan ekonomi, channelling kredit perbankan ke tekfin akan berpeluang naik kembali. Namun, tidak akan sekuat akselerasi sebelum periode pandemi," katanya, Minggu (11/4/2021).
Dia menjelaskan perbankan sendiri telah mengembangkan teknologi yang pada akhirnya menjangkau debitur non-bankable yang saat ini menjadi target market dari tekfin. Terlebih, pengembangan tersebut dilakukan oleh mayoritas bank besar yang tentunya akan memiliki daya saing lebih kuat dalam memberi insentif pada nasabah.
Di luar itu, Amin berpendapat skema ini pun juga akan terkikis dengan munculnya banyak bank kecil yang bertranformasi ke bank digital atau neo bank. Bank ini bahkan selalu mengklaim telah memiliki ekosistem dan metode perhitungan risiko lebih mumpuni dalam menggarap nasabah non-bankable.
"Di luar itu, faktor risiko tetap menjadi perhitungan perbankan dalam memberi kesempatan fintech menggunakan skema channelling. Ada banyak risiko teknologi yang sifatnya eksternal yang selalu menjadi perhatian serius pelaku industri perbankan," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel