Gapki: Ini Alasan Harga Minyak Sawit Bertahan Tinggi

Bisnis.com,17 Apr 2021, 13:32 WIB
Penulis: Rio Sandy Pradana
Seorang pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di dalam sebuah pabrik minyak sawit di Sepang, di luar Kuala Lumpur, Malaysia. / REUTERS - Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menjelaskan alasan harga rata-rata minyak sawit pada Februari 2021 tetap bertahan pada titik tertinggi.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan harga rata-rata minyak sawit pada Februari 2021 adalah US$1.085/ton CIF Rotterdam, lebih tinggi US$60 dari harga Januari yang merupakan harga tertinggi dalam enam tahun terakhir.

"Harga yang tinggi disebabkan oleh produksi minyak nabati yang rendah ditambah dengan produksi biodiesel yang meningkat karena komitmen pemerintah antara lain Indonesia, Amerika Serikat, Brasil dan Jerman untuk terus mengimplementasikan program penggunaan biodiesel," kata Mukti dalam siaran pers, Sabtu (17/4/2021).

Dia menuturkan Oil World memperkirakan produksi biodiesel dunia pada 2021 akan mencapai 47,5 juta ton atau 2,2 juta ton lebih tinggi dari tahun 2020 dan 1,5 juta ton lebih tinggi dari 2019.

Menurutnya, dampak harga yang tinggi adalah negara pengimpor banyak menahan pembeliannya yang menyebabkan ekspor menurun. Ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2021 diperkirakan sekitar 1.994.000 ton, 867.000 ton (-30 persen) lebih rendah dari bulan lalu.

Demikian juga nilai ekspor minyak sawit diperkirakan sekitar US$2 juta, US$600 juta (-23 persen) lebih rendah dari bulan lalu.

Produksi minyak sawit pada Februari 2021 juga mengalami penurunan sekitar 10 persen dari Januari yang merupakan faktor musiman, sedangkan apabila dibandingkan dengan 2020, produksi Februari 2021 lebih rendah 6 persen dari Februari 2020.

Berbeda dengan ekspor, konsumsi dalam negeri Februari 2021 lebih tinggi 5,5 persen dari Januari menjadi 1.600.000 ton. Untuk pangan naik 4,2 persen menjadi 795.000 ton, biodiesel naik 9,6 persen menjadi 631.000 ton sedangkan oleokimia turun 2,2 persen menjadi 174.000 ton. Kenaikan konsumsi dalam negeri disebabkan adanya pelonggaran PSBB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini