Aturan Tarif Impor yang Tak Selaras Tambah Kelesuan Industri Tekstil

Bisnis.com,21 Apr 2021, 20:11 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Ilustrasi pabrik garmen

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai seretnya bisnis yang dihadapi industri tekstil di Tanah Air tidak terlepas dari problematika struktural yang dihadapi sisi hulu sampai hilir. 

Dia secara khusus mempertanyakan ketiadaan bea masuk tambahan untuk produk garmen yang secara nyata semakin menekan industri produsen garmen domestik, terutama untuk skala usaha kecil dan menengah (IKM). Nihilnya tindak pengamanan pun menyebabkan serapan bahan baku oleh industri hulu menjadi tidak optimal.

“Dari segi kebijakan fiskal kita kedodoran. Di sisi hulu ada tarif tindak pengamanan, tetapi industri hilir pun harus berhadapan dengan PPN saat menyerap bahan baku lokal,” kata Enny, Rabu (21/4/2021).

Dia menilai pengenaan PPN untuk bahan baku yang diproduksi di dalam negeri bisa mengurangi efektivitas pemberlakuan safeguard. Menurutnya, bukan tak mungkin harga bahan baku di dalam negeri tetap kalah bersaing dengan produk sejenis yang datang dari negara lain.

Dia berpendapat postur tarif dari hulu sampai hilir seharusnya selaras dengan besaran yang lebih besar di sisi hilir. Dengan demikian, serapan bahan baku dari industri hulu oleh industri hilir bisa optimal.

Dia pun tak sepakat dengan anggapan bahwa pengenaan safeguard pada produk garmen bakal menimbulkan inflasi dan menekan daya beli seiring potensi harga sandang impor yang kian mahal.

Dia menyebutkan garmen impor masih didominasi pakaian murah yang secara langsung berkompetisi dengan IKM, salah satu sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar.

“Daya beli masyarakat akan pulih jika tercipta lapangan kerja. Hal ini bisa dicapai dengan menjaga kinerja IKM, jangan sampai mereka kehilangan peluang berproduksi dan memperoleh pasar di dalam negeri,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini