Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa rencana pembatasan pemasaran dan pengaturan investasi produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau PAYDI, yang dikenal sebagai unit-linked, masih dalam pembahasan dan akan segera tuntas. Perlindungan industri dan konsumen menjadi alasan utama penyusunan aturan tersebut.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah menjelaskan bahwa unit-linked memiliki dua komponen dalam preminya, yakni asuransi dan investasi. Produk itu memiliki karakteristik bahwa keuntungan maupun kerugian investasi sepenuhnya ditanggung nasabah karena adanya konsen terhadap profil risiko.
Di sisi lain, kebijakan investasi ditentukan oleh perusahaan asuransi dan menurut Nasrullah belum ada pengaturan khusus terkait hal tersebut. Seiring berkembangnya produk tersebut hingga mencakup 63,1 persen dari portofolio asuransi jiwa, OJK menilai perlu terdapat pengaturan yang lebih rigid bagi pengelolaan investasi unit-linked oleh perusahaan.
"Satu sisi sudah dipilih [profil risiko] oleh nasabah, tapi yang menempatkan [investasinya] perusahaan. Idealnya berjalan lancar. [Kalau] kebetulan yang dibelikan spekulatif sehingga nanti ujung-ujungnya rugi si nasabah, perusahaan asuransi berdalih nasabah memilih saham. Ini yang mau kami hindari," ujar Nasrullah dalam media briefing OJK terkait unit-linked, Rabu (21/4/2021).
Otoritas masih menggodok aturan terkait pengelolaan investasi unit-linked itu dan diperkirakan dapat rampung pada kuartal II/2021 karena sudah melalui proses harmonisasi. Menurut Nasrullah, terjadi diskusi cukup panjang dalam penyusunan aturan itu dengan asosiasi.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan telah menerima sejumlah poin dari rancangan aturan terkait unit-linked. Pembatasan pertama terkait dengan penempatan investasi pada pihak yang terafiliasi dengan perusahaan, yakni semua jenis investasi hanya diperbolehkan maksimal 10 persen dari aset setiap subdana, kecuali afiliasi yang terjadi karena penyertaan modal pemerintah.
Kedua, penempatan investasi di satu pihak maksimal 15 persen dari aset setiap subdana, tetapi dikecualikan bagi deposito bank umum dan investasi di surat berharga negara (SBN). Ketiga, dalam pemilihan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), OJK akan mengatur penempatan dana hanya di instrumen MTN dengan rating paling rendah idAA.
Nasrullah menjelaskan belum terdapat angka pasti terkait pembatasan itu dan baru akan ditetapkan saat aturan terbit. Pembatasan itu pun masih dibahas, apakah akan bersifat kuantitatif, kualitatif, atau keduanya, dengan tujuan utama menjadi jalan tengah dalam menjaga nasabah dan kinerja industri.
"Dari asosiasi keberatan takut tidak lincah investasinya. Cuma ketika ada loop holes yang tidak disadari, kalau tidak atur bisa membuka peluang ke arah situ [praktik investasi yang tidak prudent]," ujar Nasrullah.
OJK menyatakan bahwa terdapat satu dua kasus perusahaan asuransi yang membeli saham-saham spekulatif dalam pengelolaan investasi unit-linked. Perusahaan terkait tidak dapat dikatakan bersalah sepenuhnya karena memang belum terdapat regulasi pengelolaan investasi unit-linked, tetapi otoritas mengkhawatirkan risiko kerugian yang mungkin terjadi dan akan ditanggung nasabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel