Bisnis.com, JAKARTA — Produk asuransi unit-linked mencatatkan 6,7 persen tertanggung dari keseluruhan industri asuransi jiwa, tapi perolehan preminya mencapai 57,1 persen dari total industri. Hal tersebut membuat unit-linked dinilai sebagai produk nasabah kelas kakap.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa pada 2020 jumlah tertanggung produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked mencapai 4,28 juta orang. Jumlah itu mencapai 6,7 persen dari tertanggung industri, yang berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sebanyak 63,69 juta orang.
Pengamat asuransi dan Mantan Komisaris Independen Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Irvan Rahardjo menilai bahwa jumlah tertanggung unit-linked itu terbilang sedikit. Namun, dana yang disetorkannya sangat besar, bahkan mendominasi industri.
Berdasarkan catatan OJK pada 2020, industri memperoleh premi unit-linked senilai Rp98,2 triliun. Jumlah itu mencakup 57,1 persen dari total premi industri asuransi jiwa, yang berdasarkan data AAJI nilainya mencapai Rp171,93 triliun.
Jika dihitung secara rata-rata, terdapat premi sekitar Rp40 juta dari setiap tertanggung unit-linked. Nilai itu membuat Irvan menilai bahwa unit-linked menjadi pilihan asuransi para nasabah kelas atas.
"Betul itu produknya nasabah kelas kakap, terlihat dari rasio preminya. Namun, harus dicatat bahwa nasabah itu tidak semuanya datang untuk membeli asuransi, sebagian mereka datang ke bank lalu ditawari untuk membeli asuransi," ujar Irvan kepada Bisnis, Rabu (21/4/2021).
Menurutnya, kondisi itu membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan industri harus mampu memastikan pengelolaan dana berjalan dengan baik. Terlebih, saat ini terdapat gelombang protes nasabah unit-linked yang rawan melunturkan kepercayaan masyarakat.
"Terjadi asymetric information karena nasabah yang membeli unit-linked tidak tahu dananya ditempatkan di [investasi] mana, nasabah hanya mengetahui profil risiko," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menilai bahwa unit-linked tidak dapat serta merta disebut produk bagi nasabah premium. Menurutnya, produk itu dibeli oleh nasabah dari berbagai segmen karena dijual oleh banyak perusahaan asuransi.
"Yang terakhir ada protes-protes juga kan relatif kecil [preminya], dan setahu saya pemegang polis unit-linked ini bervariasi. Kalau tidak salah, ada produk yang preminya Rp350.000 per bulan, kan kecil," ujar Togar kepada Bisnis, Rabu (21/4/2021).
Dia menjelaskan bahwa besarnya kontribusi unit-linked terhadap portofolio industri tak lepas dari tingginya kebutuhan masyarakat. Industri asuransi sebagai pedagang, menurutnya, akan mengoptimalkan potensi yang ada di pasar.
"Kan nasabah bilang ingin dikasih produk yang ada perlindungan dan kalau bisa dananya berkembang, ya [perusahaan] asuransi pasti datangnya memberi unit-linked. Ini kan berkembang tergantung perserpsi masyarakat yang mau membeli," ujarnya.
Togar tak menampik bahwa banyak nasabah berkantong tebal yang membeli PAYDI, yakni agar memperoleh proteksi optimal sekaligus pengembangan dana. Namun, hal tersebut bukan berarti membuat unit-linked menjadi produk kelas kakap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel