Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menjadi perbincangan hangat di media sosial Twitter setelah salah seorang warganet membandingkannya dengan program patungan kas dari layanan penggalang dana PT Kita Bisa Indonesia atau Kitabisa.
Berdasarkan pantauan Bisnis, isu BPJS menjadi pembahasan warganet di Twitter mulai Rabu (21/4/2021) dan menjadi trending topic pada Kamis (22/4/2021). Isu itu mulai bergulir setelah salah seorang warganet membahas jaminan sosial yang dijalankan BPJS Kesehatan dalam balasan (retweet) unggahan Kitabisa.
Dalam unggahan yang saat ini telah dihapus, dia menyatakan lebih senang untuk menyumbang Rp10.000 melalui program patungan di Kitabisa yang bernama Saling Jaga daripada membayar iuran Kelas II BPJS Kesehatan sebesar Rp100.000. Inisiatif patungan itu dinilai menjadi solusi yang lebih baik terhadap masalah-masalah yang sulit dibenahi di Indonesia, seperti kesehatan, kebencanaan, dan solidaritas.
Dia pun menyebutkan bahwa kerap terdapat keengganan orang kaya dalam membayar iuran BPJS Kesehatan, karena terdapat stigma bahwa BPJS adalah program untuk masyarakat miskin. Cuitan itu sontak mendapatkan respon yang beragam.
Sebagian warganet berpendapat bahwa penulis utas tersebut tidak setuju terhadap program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dijalankan BPJS Kesehatan, padahal terdapat penjelasan setelahnya bahwa dia merupakan peserta BPJS yang aktif membayar iuran. Isu itu pun terus menjadi perbincangan.
Saat berita ini ditulis pada Kamis (22/4/2021) pukul 17.00 WIB, terdapat 27.400 cuitan terkait BPJS yang menjadi trending topic. Sebagian besar warganet menyatakan bahwa jaminan sosial sangat membantu dirinya atau orang yang dikenalnya dalam mendapatkan pengobatan, dan terdapat pula warganet yang mengeluhkan kurang baiknya pelayanan pasien BPJS oleh fasilitas kesehatan.
Akun @catuaries merespon perbincangan itu dengan menilai bahwa pemberian bantuan bukan hanya dapat dilakukan melalui program patungan Kitabisa, tetapi juga melalui BPJS Kesehatan. Hal tersebut karena program jaminan sosial memiliki prinsip gotong royong antar peserta.
"Kalau niatnya situ di awal mau bantu orang, ya bisa banget lewat BPJS dengan cara yang simpel yaitu rutin bayar iuran. Full stop," tulis @catuaries dalam cuitannya yang dikutip Bisnis pada Kamis (22/4/2021).
Dia pun menyatakan bahwa masyarakat jangan merasa rugi karena tidak pernah menggunakan layanan BPJS Kesehatan padahal rutin membayar iuran. Menurutnya, masyarakat justru harus bersyukur karena jika tidak menggunakan layanan BPJS berarti dirinya ada dalam kondisi sehat.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo turut angkat bicara terkait pembahasan itu melalui akun Twitternya. Menurutnya, setiap orang berhak menjadi kaya dan membayar pajak, di sisi lain setiap orang yang tidak mampu berhak untuk ditolong oleh negara, melalui pajak yang diperoleh dari masyarakat.
Yustinus menyampaikan hal tersebut dalam konteks BPJS Kesehatan, yakni masyarakat tidak mampu bisa memperoleh iuran dari negara dengan menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI). Saat ini, terdapat 96,7 juta orang peserta PBI yang iurannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola @BPJSKesehatanRI merupakan asuransi sosial single provider terbesar. Kita pantas bersyukur atas anugerah terbaik ini. Dengan segala kekurangannya, BPJS Kesehatan menjadi penolong utama dan pilar penting kehidupan sosial kita," tulis Yustinus dalam akun Twitternya, @prastow yang dikutip Bisnis pada Kamis (22/4/2021).
Saya berhak menjadi orang kaya dan membayar pajak, saya pun berhak berharap saat tak mampu ditolong oleh negara. Itulah pajak dan BPJS Kesehatan. Kini ada 38,5 jt wajib pajak individu dan 96,7 jt jiwa yg iuran BPJS-nya ditanggung penuh pemerintah. Goyong royong yang sempurna!
— Prastowo Yustinus (@prastow) April 22, 2021
Menurutnya, masyarakat jangan sampai merasa sia-sia menjadi pembayar pajak karena uang itu digunakan untuk membantu masyarakat lainnya, salah satunya melalui JKN. Masyarakat yang tidak mau membayar pajak dan abai terhadap hak publik pun harus disadarkan.
Pembahasan terkait BPJS Kesehatan terus meluas, bahkan sebagian warganet membandingkannya dengan jaminan sosial yang ada di luar negeri. Sebagian menyimpulkan bahwa pelaksanaan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan relatif lebih baik dibandingkan beberapa negara.
Salah satu aspek yang menimbulkan penilaian itu adalah besarnya cakupan kepesertaan dan cakupan pelayanan medis dari program JKN. BPJS Kesehatan mencatat bahwa hingga Maret 2021, 82,3 persen penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN.
Indonesia memiliki target untuk mencapai cakupan perlindungan semesta atau universal health coverage (UHC), yakni berlakunya jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Berdasarkan Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan dapat mencapai 98 persen pada 2024, artinya terdapat waktu dua tahun untuk menambah 15,7 persen kepesertaan.
Kandidat PhD University of California San Diego Zahra Amalia turut membagikan pengalamannya dalam menggunakan asuransi di Amerika Serikat, merespon isu BPJS Kesehatan yang ramai di jagat Twitter. Dia merespon sejumlah anggapan agar Indonesia mengadopsi kondisi Negeri Paman Sam.
Dalam utasnya, Zahra menceritakan pengalamannya yang mendapatkan tagihan ribuan dolar karena memerlukan layanan ambulans saat kehilangan kesadaran. Dia memiliki asuransi dari kampusnya, tetapi saat kejadian itu ambulans yang ada justru tidak termasuk dalam cakupan asuransi tersebut.
Selain itu, dia menceritakan bahwa terdapat sistem deductibles yang berlaku di Amerika Serikat, yakni biaya maksimal yang harus dibayarkan sebelum layanan kesehatan dapat ditanggung asuransi. Misalnya, jika seseorang dikenakan biaya kesehatan US$3.000 dan biaya maksimal itu US$2.000, maka biaya yang ditanggung asuransi adalah US$1.000.
"Asuransi di US [Amerika Serikat] mahal banget dan banyak yang gak bisa bayar. Banyak orang yang terpaksa berhutang, bahkan jatuh miskin karena sakit dan gak mampu bayar.BPJS didesain buat menghindari catastrophic health payment kayak gini," tulis Zahra dalam utasnya yang dikutip Bisnis pada Kamis (22/4/2021).
“Yauda asuransi swasta aja kayak US”
— Zahra Amalia (@zahraamalias) April 22, 2021
1) Asuransi di US tuh ga semua faskes bisa diakses, cuma faskes yg satu network dg provider asuransi aja.
Aku pernah ga sadar, terus butuh ambulans. Ternyata dikasih ambulans yg out of network. Belum pulih udah dapet tagihan ribuan $. Gila. https://t.co/eUfCff3LZd
Pembahasan itu terus meluas, bahkan sampai terdapat anggapan Kitabisa dapat menjadi pengganti BPJS Kesehatan untuk membantu masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses layanan kesehatan, khususnya karena faktor biaya. Pihak Kitabisa pun merespon pembahasan itu dan menyatakan bahwa program Saling Jaga bukan pengganti BPJS Kesehatan, bahkan justru dapat melengkapi jaminan sosial.
Melalui akun Twitternya, @kitabisacom menjelaskanbahwa Saling Jaga adalah program patungan kas bersama untuk kesehatan dengan prinsip tolong menolong berbasis donasi atau sedekah. Pada dasarnya, Saling Jaga adalah pengembangan dari aktivitas donasi dan galang dana yang difasilitasi Kitabisa.
"Jika umumnya galang dana di Kitabisa bersifat reaktif [dibuka setelah ada yang sakit], lewat Saling Jaga harapannya anggota yang membutuhkan dapat langsung mengajukan bantuan dari dana yang sudah tersedia," tulis @kitabisacom pada Kamis (22/4/2021).
Melalui program itu, masyarakat dapat memberikan donasi minimal Rp10.000 dan uangnya masuk ke dalam kas bersama. Sistem itu terinspirasi dari prinsip Ta'awun dalam ekonomi syariah, atau tolong menolong, mirip seperti prinsip gotong royong di BPJS Kesehatan.
"Saling Jaga bukan pengganti BPJS atau asuransi kesehatan.Semangat Saling Jaga adalah untuk tolong-menolong dengan akad donasi. Bantuan diberikan selama kas bersama tersedia dan hanya satu kali, untuk Covid-19 dan 54 penyakit kritis," cuit @kitabisacom.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel