Bisnis.com, JAKARTA — Ramainya perbincangan soal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan di jagat maya menyoal pengalaman masyarakat yang terbantu oleh keberadaan jaminan sosial, menunjukkan masih banyaknya pembenahan yang harus dilakukan, khususnya dalam mencapai target universal health coverage atau UHC.
Berdasarkan pantauan Bisnis, isu BPJS menjadi pembahasan warganet di Twitter mulai Rabu (21/4/2021) dan menjadi trending topic pada Kamis (22/4/2021) dengan lebih dari 27.500 cuitan.
Sebagian warganet menyatakan bahwa program jaminan sosial memberikan manfaat yang besar, yakni membantu biaya pengobatan dirinya sendiri maupun orang-orang yang dikenal.
Sebagian warganet lainnya pun menuturkan bahwa program jaminan kesehatan nasional (JKN) masih harus dibenahi, seperti masalah antrean, kualitas pelayanan, hingga akses untuk memperoleh bantuan iuran dari pemerintah.
Ramainya perbincangan ini dinilai sebagai cermin bagi BPJS Kesehatan, khususnya saat akan mengejar target cakupan pelayanan semesta atau UHC.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan bahwa berdasarkan Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN), Indonesia menargetkan cakupan kepesertaan hingga 98 persen dari total penduduk pada 2024. Saat ini, tiga tahun sebelum tenggat waktu, cakupan kepesertaan ada di angka 82,3 persen.
Timboel menilai bahwa terdapat tiga dimensi persoalan program JKN yang harus dibenahi untuk mencapai UHC, yang juga terjadi di tingkat internasional. Ketiga isu itu adalah terkait kepesertaan, pelayanan dan fasilitas kesehatan, serta pembiayaan.
Sebelumnya, menurut Timboel, pemerintah telah menargetkan UHC untuk tercapai pada 1 Januari 2019 tetapi gagal tercapai sehingga kembali diupayakan pada 2024. Target itu pun berpotensi mundur karena adanya permohonan perubahan seiring terjadinya pandemi Covid-19 yang mengubah lanskap layanan kesehatan.
Dia menyatakan bahwa sasaran UHC 2019 merupakan target kuantitas dari sisi kepesertaan. Jika target itu pun belum berhasil tercapai, maka BPJS Kesehatan dan pemerintah harus melakukan upaya ekstra agar dapat tercapai pada 2024.
"Sekarang jumlah peserta pun sudah berkurang jadi 222,8 juta orang, dari sebelumnya sempat 223 juta orang. Ada sekitar 48 juta orang yang belum menjadi peserta BPJS. Penetapan UHC secara kuantitas ini pintu untuk mencapai target kualitas," ujar Timboel kepada Bisnis, Kamis (22/4/2021).
Meskipun begitu, Timboel menegaskan bahwa dari ketiga hal itu, pelayaan dan fasilitas kesehatan menjadi masalah paling strategis yang harus dibenahi BPJS Kesehatan. Menurutnya, masalah pelayanan memberikan efek domino bagi kepesertaan dan pembiayaan.
Dia mencontohkan bahwa sebagian masyarakat enggan untuk mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan karena banyaknya pengalaman kurang baik dari pelayanan di fasilitas kesehatan. Bahkan, terdapat masyarakat yang berhenti membayar iuran karena tidak merasa puas atas layanan yang ada.
"Masalah pelayanan ini sistemik, pengaruhnya ke kepesertaan yang kemudian ke penerimaan iuran, nantinya kalau terganggu akan memengaruhi pelayanan lagi. Perbaikan pelayanan ini strategis karena setelah membaik akan menjadi daya tarik [bagi masyarakat untuk menjadi peserta sehingga target UHC tercapai]," ujar Timboel.
Menurut Timboel, berkaca dari ramainya perbincangan di media sosial, BPJS Kesehatan bukan hanya memasang target jumlah peserta tetapi juga target kualitas layanan. Dia menilai badan tersebut harus mampu memberikan layanan seperti asuransi swasta.
Pelayanan sekelas asuransi swasta menurutnya akan memikat masyarakat untuk menjadi peserta aktif, karena iuran BPJS Kesehatan terbilang jauh lebih murah dibandingkan asuransi komersial. Hal itu pun harus didorong oleh pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan.
"Soal pembiayaan sekarang sudah cukup baik meskipun sebenarnya belum sehat [karena masih terdapat defisit aset netto]. Semua upaya perbaikan itu harus simultan berjalan, khususnya soal pelayanan di fasilitas kesehatan," ujar Timboel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel