Bisnis.com, JAKARTA - Tim Percepatan Restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencatat, terdapat sisa sekitar 25% pemegang polis ritel yang belum mengikuti program restrukturisasi.
Ketua Koordinator Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya yang juga Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menuturkan alasannya bukan karena pemegang polis menolak skema restrukturisasi.
Dia menyebutkan, saat ini masih banyak jumlah pemegang polis ritel yang tidak teridentifikasi datanya atau unidentified. Akibatnya, Tim Percepatan Restrukturisasi sulit untuk menggapai pemegang polis tersebut.
Hexana menjelaskan, hingga kemarin capaian program restrukturisasi untuk pemegang polis ritel mencapai 75,8% atau setara dengan 134.972 pemegang polis.
“Kenapa pencapaian ritel 75%? Ini karena sisanya banyak polis kecil yang tidak terlalu clean datanya. Kami sudah pakai komunikasi surat, teleponnya tidak ada. Alamat rumah juga sudah berubah,” ungkap Hexana dalam Webinar IFG Progress, Rabu (28/4/2021).
Hexana mengungkapkan, apabila sampai batas akhir pemegang polis tersebut memang belum juga teridentifikasi maka cara terakhir yang akan dilakukan Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya adalah melakukan pengumuman secara publik.
Selain pemegang polis ritel, progres pencapaian program restrukturisasi pemegang polis lainnya pun diketahui terus mengalami peningkatan. Untuk pemegang polis bancassurance yang ikut dalam restrukturisasi sudah 93% atau mencapai 16.223 polis. Sementara itu, pemegang polis korporasi yang ikut restrukturisasi mencapai 82,8% atau 1.774 polis.
Hexana menekankan, bahwa program restrukturisasi bukanlah paksaan, melainkan sebuah tawaran kepada pemegang polis. Pada dasarnya, restrukturisasi merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang saham Jiwasraya, untuk mengembalikan dana nasabah.
Restrukturisasi juga merupakan amanat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71 tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Berdasarkan Pasal 50 ayat 3 POJK itu, apabila ada polis bermasalah itu wajib dilakukan restrukturisasi. Pun apabila perusahaan mengalami insolven, maka perusahaan bisa melakukan penyesuain tarif dan pengalihan portofolio.
“Dengan kondisi keuangan Jiwasraya saat ini, apa yang diharapkan? Ada opsi likuidasi, kemungkinan jika itu diambil semua tidak akan happy. Dan pemerintah bersama manajemen baru Jiwasraya mencari inisiatif dan solusi yang lebih baik yakni restrukturisasi,” ungkap Hexana.
Mengacu laporan keuangan Jiwasraya, sampai pada 31 Desember 2020 nilai aset yang dimiliki oleh Jiwasraya hanya tersisa Rp15,7 triliun dengan tekanan liabilitas (kewajiban perusahaan kepada pemegang polis) mencapai Rp54 triliun. Sehingga ekuitas negatif Jiwasraya tercatat mencapai Rp38,7 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel