Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Financial Group atau IFG menjadi harapan baru bagi industri jasa keuangan dalam negeri. Holding BUMN itu dinilai mampu mengembangkan industri jasa keuangan negara dengan mengedepankan kualitas dan reputasi dalam berbisnis.
Optimisme yang sama juga dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menganggap kehadiran entitas bisnis tersebut dapat ikut mengoptimalkan pertumbuhan industri keuangan nonbank dengan memastikan keandalan bisnis dari para anggotanya.
Hal itu menjadi penting karena terdapat sejumlah kasus asuransi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar masalah itu berawal dari tata kelola yang tidak optimal, khususnya dalam penyelenggaraan investasi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, pandemi virus corona yang terjadi menyadarkan pemerintah untuk mempercepat proses transformasi perusahaan-perusahaan pelat merah. Hal ini tidak hanya dilakukan dari sisi korporasi, tetapi juga sumber daya manusia.
Erick menjelaskan, kehadiran Indonesia Financial Group (IFG) sebagai Holding Perasuransian dan Penjaminan merupakan salah satu upaya menyeluruh pemerintah untuk mengembangkan industri jasa keuangan negara.
Untuk itu nilai-nilai inti dalam berbisnis yang siap dikedepankan adalah amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif.
“Pembenahan sektoral yang komprehensif pada industri jasa keuangan akan membuat Indonesia memiliki daya saing yang baik di tingkat global,” ujarnya saat memberikan sambutan secara daring pada acara peresmian IFG Progress, Rabu (28/4).
Erick menegaskan IFG dapat menjadi tulang punggung dan pemain utama dalam industri jasa keuangan baik di dalam negeri maupun dunia. Malah dia berharap perannya dapat serupa Ping An Insurance yang masuk ke dalam jajaran perusahaan Fortune 500.
Keberhasilan Ping An masuk pada daftar tersebut ditopang oleh tata kelola usaha yang profesional dan inovasi produk keuangan yang sangat baik. Tidak hanya itu, Ping An juga mampu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk memperbesar ceruk pasarnya.
“Mereka tidak hanya mendapat kepercayaan konsumen, tetapi juga adaptif dalam memanfaatkan perubahan perilaku konsumen dan perkembangan teknologi,” kata Erick.
Tantangan lainnya adalah mentransformasikan industri jasa keuangan negara dengan inovasi-inovasinya, sehingga menjadi pilar kekuatan ekonomi bangsa. Hal ini akan mendatangkan dampak positif bagi seluruh pihak terkait, mulai dari pelanggan hingga pemegang saham.
“Inovasi dan ide-ide baru yang progresif berlandaskan core value BUMN serta tata kelola yang baik menjadi penting untuk memaksimalkan potensi industri jasa keuangan Indonesia,” tutur Erick.
Dalam kaitan itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menggarisbawahi pentingnya menjaga kualitas bisnis dari para anggota holding agar persoalan yang merusak reputasi industri tersebut dapat dihindari.
Oleh karena itu, untuk menjaga reputasi dan menggenjot pertumbuhan industri, kerja sama dan koordinasi menjadi pilar penting, termasuk antara OJK dan IFG selaku holding keuangan.
"Terkait three line of defense, untuk menciptakan pengawasan komprehensif pun dibutuhkan kerja sama dan koordinasi yang baik dengan seluruh perusahaan asuransi. Kehadiran IFG dapat turut serta mengoptimalkan industri keuangan non bank," ujar Riswinandi dalam kesempatan yang sama.
Sebagai holding, IFG memiliki posisi strategis untuk membantu pertumbuhan industri asuransi karena beberapa anggotanya merupakan perusahaan asuransi. Selain itu, dituntut pula perannya dalam penyelesaian masalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui pembentukan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life).
Alhasil, IFG perlu supervisi yang optimal kepada anggotanya yakni terkait dengan tata kelola, investasi, dan sekaligus menjaga posisi di industri terkait.
Perkembangan bisnis perusahaan-perusahaan asuransi pelat merah di bawah IFG diyakini bakal menopang pertumbuhan industri dan membantu penanganan risiko reputasi.
Tantangan tersebut diamini oleh Direktur Utama IFG Robertus Billitea, karena saat bertransformasi menjadi IFG, holding itu pun memiliki tugas memperkuat literasi keuangan.
Dalam kaitan itu, hal yang dilakukan IFG Progress sebagai lembaga think tank diharapkan dapat mendorong terciptanya iklim industri jasa keuangan yang lebih sehat dan bermanfaat bagi publik. Lembaga itu pun dinilai dapat turut mendorong reformasi BUMN yang saat ini menjadi agenda utama pemerintah.
"Selain itu, memberikan sumbangan pemikiran kepada regulator dan stakeholder dalam rangka upaya menata regulasi dan mengawasi industri jasa keuangan," kata Robertus.
Dalam perkembangan lainnya, Asuransi Jiwasraya menetapkan batas waktu bagi nasabah untuk menentukan penawaran restrukturisasi polis hingga 31 Mei 2021, karena polis-polis yang ada harus segera dinormalisasi.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menjelaskan sebagian besar nasabah telah menyetujui skema restrukturisasi polis ke PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life).
Menurut dia, kondisi keuangan Jiwasraya membuatnya tidak memungkinkan lagi untuk tetap beroperasi, apalagi mengelola klaim nasabah. Perseroan mencatatkan aset hanya Rp15,7 triliun dengan liabilitas Rp54,4 triliun, sehingga ekuitas terus membengkak seiring berjalannya waktu.
"Batas waktu bukan untuk mengintimidasi tapi justru untuk kepentingan nasabah. Dengan potret seperti itu masih going concern luar biasa. Kami sudah efisiensi dan cost cutting" ujar Hexana dalam diskusi Menuntaskan Restrukturisasi Polis Jiwasraya, Selasa (28/4).
Dalam kaitan itu, tren peningkatan penjualan produk tradisional mendasari PT Asuransi Jiwa IFG atau IFG Life untuk fokus menjual produk asuransi yang berorientasi pada proteksi, sehingga ‘dikawal’ dengan model bisnis khusus.
Komisaris Utama IFG Life Pantro Pander Silitonga menjelaskan saat ini perusahaannya sudah beroperasi setelah menerima izin operasional dari OJK. Bahkan IFG Life telah menerbitkan polis.
Dalam menjalankan bisnisnya, perseroan akan fokus menjual produk asuransi tradisional atau tidak disertai investasi. Keputusan itu, menurut Pantro, dipilih karena adanya tren pertumbuhan produk tradisional di industri yang berasal dari kebutuhan masyarakat.
Menurut dia, meningkatnya kebutuhan proteksi tanpa investasi dapat mendorong IFG Life untuk mengalihkan beban penjualan demi kepentingan nasabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel