Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan premi industri asuransi jiwa pada kuartal I/2021 dinilai sebagai sinyal positif yang dapat terus berlanjut seiring pemulihan ekonomi. Meskipun begitu, terdapat peluang kenaikan klaim dan tantangan investasi pada kuartal selanjutnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), premi netto industri asuransi jiwa pada kuartal I/2020 mencapai Rp48,7 triliun. Jumlah tersebut meningkat hingga 28,1 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp38,06 triliun.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menjelaskan bahwa capaian itu menjadi pertanda bahwa kondisi ekonomi sudah membaik. Meskipun begitu, persentase pertumbuhannya menjadi besar karena tahun lalu terjadi perlambatan cukup signifikan akibat pandemi Covid-19.
"Penyebabnya [premi naik] bisa macam-macam, mungkin karena daya beli masyarakat sudah naik sehingga kembali membeli produk asuransi. Bagaimana pun masyarakat memahami asuransi itu penting, sehingga banyak melakukan pembelian," ujar Togar kepada Bisnis, Kamis (29/4/2021).
Bahkan, menurut Togar, meskipun terdapat banyak kabar miring terkait asuransi, masyarakat tetap membeli proteksi. Hal tersebut menjadi potensi besar bagi industri untuk meningkatkan penetrasi pada kuartal mendatang.
Meskipun begitu, Togar mengingatkan para pelaku industri untuk berhati-hati saat memasuki kuartal II/2021. Selain pandemi Covid-19 yang masih terjadi, terdapat sejumlah faktor lainnya yang bisa memengaruhi underwriting asuransi jiwa.
"Kuartal kedua nanti mesti hati-hati karena Mei banyak libur, lalu ada banyak kebutuhan masyarakat untuk hari raya [Lebaran], jadi ada kemungkinan kinerja kuartal kedua turun. Namun, jika dibandingkan [kuartal kedua] tahun kemarin pasti meningkat karena kemarin kan mulai pandemi Covid-19," ujarnya.
Kondisi tersebut membuat adanya kemungkinan masyarakat melakukan klaim penarikan sebagian (partial withdrawal) karena kebutuhan dana menjelang lebaran. Selain itu, kasus Covid-19 berisiko meningkat pada periode libur, sehingga klaim asuransi kesehatan pun dapat terkerek.
Pada kuartal II/2021 pun terdapat kemungkinan regulasi terkait unit-linked dari OJK akan terbit. Menurut Togar, regulasi itu akan mengubah banyak hal di industri asuransi jiwa, sehingga tidak menutup kemungkinan operasional bisnis akan memerlukan penyesuaian.
"Ketentuan baru ini perubahannya cukup signifikan saya bilang, oleh karena itu bisa jadi salah satu alasan kinerja kuartal II/2021 melambat," ujarnya.
Togar pun mengkhawatirkan semua faktor yang dijelaskannya bukan hanya memengaruhi penjualan asuransi, tetapi juga terhadap kinerja pasar modal. Pergerakan harga saham yang saat ini masih volatil dikhawatirkan belum menjadi stabil pada kuartal II/2021.
"Situasi pasar modal sekarang itu sepi, kami khawatir itu berlanjut pada Mei 2021. Kami tentu berharap kenyataannya akan sebaliknya [dari perkiraan itu], cuma kami pikir ini harus diantisipasi," ujar Togar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel