Bisnis.com, JAKARTA - Momen mulai naiknya nilai aset piutang pembiayaan industri multifinance akhirnya terjadi pada Maret 2021, setelah sebelumnya terus tergerus sejak pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai piutang pembiayaan neto dari 173 multifinance mencapai Rp363,7 triliun per Maret 2021, atau naik 0,25 persen (month-to-month/mtm) ketimbang Rp362,79 triliun di Februari 2021.
Momentum kenaikan ini terbilang berarti, menilik industri sebelumnya kesulitan mempertahankan nilai piutang pembiayaan sejak Maret 2020. Tepatnya senilai Rp452,47 triliun dan belum pernah sekalipun naik lagi berbulan-bulan berikutnya, sehingga kini tercatat turun 19,61 persen.
Beberapa pendorong fenomena penurunan tersebut, antara lain karena nilai pembiayaan baru (booking) yang anjlok akibat penurunan daya beli masyarakat, dan lesunya aktivitas perekonomian & industri yang membuat kredit bernilai besar terpuruk.
Selain itu, sebagian debitur eksisting memilih keluar dari pembiayaan akibat terdampak pandemi dan merasa tak kuat lagi membayarkan cicilan ke depan. Terakhir, beberapa leasing memutuskan menekan habis atau bahkan menghentikan layanan pembiayaan baru sementara dalam rangka mitigasi risiko kredit macet debitur.
Alhasil, kenaikan secara bulanan dari piutang pembiayaan industri multifinance mencerminkan sektor-sektor apa saja yang mulai bergeliat lagi karena berani mengambil guyuran kredit leasing.
Apabila dibagi berdasarkan jenis piutang pembiayaan, kenaikan ini masih terbilang terhambat karena jenis piutang pembiayaan multiguna yang menyumbang nilai piutang terbesar buat industri masih turun 0,43 persen (mtm) ke Rp216,77 triliun.
Namun demikian, kenaikan terdorong piutang yang masuk pembiayaan investasi yang naik 0,54 persen (mtm) menjadi Rp108,87 triliun, piutang pembiayaan modal kerja Rp26,6 triliun atau naik 4,59 persen (mtm) dan jenis piutang pembiayaan berprinsip syariah yang naik 0,9 persen (mtm) ke Rp11,27 triliun.
Sebagai gambaran, apabila dilihat dari sisi objek pembiayaan, jenis piutang ke sektor produktif tampak lebih didominasi kenaikan atau setidaknya bertahan dari penurunan.
Misalnya, alat-alat berat yang bertahan di Rp27,23 triliun atau naik 0,17 persen (mtm) kendati masih sangat jauh dari kondisi normal karena nilai penurunannya secara tahunan mencapai 25,40 persen (yoy).
Objek piutang pembiayaan berupa mesin-mesin pun naik 0,24 persen (mtm) menjadi Rp9,66 triliun. Sementara itu, mobil pengangkutan sebagai objek produktif dengan nilai terbesar, turun tipis 0,35 persen (mtm) ke Rp40 triliun.
Kejutan datang dari peningkatan portofolio kredit berupa rumah toko baru (Rp4,23 triliun) dan barang produktif lain-lain (Rp15,63 triliun), keduanya tercatat naik secara bulanan maupun tahunan. Masing-masing 6,46 persen (mtm) dan 748,7 persen (yoy) untuk ruko baru, serta 2,19 persen (mtm) dan 2,26 persen (yoy)
Adapun, untuk objek pembiayaan di konsumtif yang didominasi kredit kendaraan bermotor, hanya motor bekas (Rp16,79 triliun) yang telah mencatatkan tren kenaikan, bahkan sejak awal Desember 2020. Motor baru (Rp63,43 triliun) masih melanjutkan koreksi, yang kini mencapai 24,39 persen (yoy).
Terakhir, segmen piutang kendaraan roda empat baru yang kini tengah terdorong oleh subsidi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pun masih melanjutkan koreksi 18,94 persen (yoy), dengan nilai terkini Rp109,17 triliun.
Namun demikian, penurunan piutang mobil baru sekarang ini terbilang paling kecil dari tren penurunan bulanan sebelumnya, yang berkisar Rp1 triliun. Penurunan dari Februari 2021 (Rp109,46 triliun) hanya 0,25 persen (mtm).
Sebaliknya, piutang pembiayaan mobil bekas, masih cenderung paling bertahan dengan nilai Rp55,96 triliun, turun 0,40 persen (mtm) secara bulanan dan 4,12 persen (yoy) secara tahunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel