Inaplas Minta Rencana Penerapan Cukai Plastik Dikaji Ulang

Bisnis.com,06 Mei 2021, 23:47 WIB
Penulis: Ipak Ayu
Nelayan melintasi muara sungai yang tercemar sampah plastik di Pantai Satelit, Desa Tembokrejo, Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (19/4/2019). /Antara Foto-Seno

Bisnis.com, JAKARTA — Industri plastik menyebut rencana peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) melalui cukai plastik pada rencana kerja Kementerian Keuangan untuk tahun anggaran 2022 sebaiknya dikaji ulang.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Aromatik, Olefin, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan kondisi saat ini, jika pemerintah justru mengharapkan pertumbuhan ekonomi sebaiknya cukai tidak dikenakan. Pasalnya, industri butuh waktu pemulihan untuk akhirnya dapat melakukan investasi dan mendorong pemulihan.

"Juga katanya mau subtitusi impor maka sebaiknya jangan dikenakan cukai plastik," katanya kepada Bisnis, Kamis (6/5/2021).

Sementara itu, lanjut Fajar jika karena isu lingkungan maka sebaiknya pemerintah turut mendorong tata kelola pengolahan sampah. Pasalnya yang terjadi saat ini pengolahannya masih berantakan. 

Oleh karena itu, alih-alih membebani dengan cukai, asosiasi mengusulkan industri ini diberikan insentif agar pemerintah tidak termakan berbagai agenda tersembunyi dari lembaga-lembaga Internasional.

Fajar sebelumnya pernah menghitung jika cuka ini dikenakan potensi kehilangan pendapatan dari plastik sendiri bila dihitung dari PPH dan PPN maka sekitar Rp3 triliun–Rp4 triliun.

Dengan kondisi itu, artinya pasokan dalam negeri akan memberi harga yang lebih tinggi, sedangkan permintaan masih terus ada. Alhasil, permintaan akan diisi oleh produk impor yang menawarkan harga lebih murah.

Fajar pun menyoroti saat ini untuk produk impor plastik jenis prodegradant dan biodegradable yang saat ini malah menikmati diskon cukai. Padahal dua produk itu dipastikan tidak dapat didaur ulang.

Bahkan, pemulung dipastikan tidak akan mau mengambil jenis tersebut karena tidak laku dan akan merusak sampah daur ulang lainnya.

"Negara lain sudah melarang dua jenis itu masuk, negara kita ini malah aneh bin ajaib. Makanya sekali lagi pemerintah itu kalau membuat kebijakan jangan pakai data lama bicarakan dengan industri, teknologi sudah maju isu lingkungan sudah berubah," ujar Fajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini