Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia meyakini industri teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending terus bertumbuh seiring dengan naiknya kepercayaan masyarakat.
Juru Bicara AFPI Andi Taufan Garuda Putra percaya bahwa salah satunya alasannya, yaitu karena fintech pendanaan bersama telah terbukti berperan penting bagi perekonomian nasional dan menjadi jawaban alternatif pembiayaan digital, terutama di saat pandemi Covid-19 lalu.
"Fenomena yang terjadi pada Maret 2021 lalu dipengaruhi oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat dan fintech semakin jadi solusi keuangan yang relevan," ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (7/5/2021).
Sebelumnya, berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri mencatatkan rekor nilai penyaluran pinjaman bulanan baru semenjak berdiri, tepatnya Rp11,76 triliun per Maret 2021.
Capaian ini tercatat naik 21,92 persen (year-to-date/ytd) dari benchmark kinerja pada Desember 2020 senilai Rp9,65 triliun, yang kebetulan merupakan rekor penyaluran bulanan terbesar industri sebelumnya.
Penyaluran ini telah membawa akumulasi penyaluran pinjaman 147 perusahaan fintech P2P lending resmi binaan OJK kini telah mencapai Rp30,73 triliun sepanjang kuartal I/2021, dan Rp181,67 triliun sejak industri berdiri.
Taufan menambahkan bahwa salah satu pendorong peningkatan pinjaman ini salah satunya karena kebutuhan Ramadan 1442 H dan persiapan Lebaran 2021 dari peminjam (borrower) sektor produktif maupun sektor konsumtif.
"Namun, kami juga menemukan fakta bahwa pengajuan pinjaman konsumtif ternyata sering digunakan para peminjam untuk pembiayaan produktif. Sehingga yang terjadi di Indonesia adalah jumlah pendanaan di sektor produktif mencapai kurang lebih 50-55 persen, dengan perbandingan yang hampir 50:50," jelas pria yang juga Founder & CEO PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) ini.
Dia mencontohkan, ada seorang penjual martabak yang sering mengajukan pinjaman multiguna Rp500.000 dengan nama pribadinya. Padahal, uang tersebut digunakan untuk membeli keju. Artinya, walaupun peminjam tercatat masuk pinjaman sektor konsumtif, tapi hasil pendanaan tetap digunakan untuk produktif di segmen usaha kecil.
Oleh sebab itu, demi ikut membantu borrower pelaku usaha mikro dan UKM meningkatkan produktivitas, AFPI mengajak masyarakat mulai berani terjun sebagai pendana (lender). Di mana juga memiliki keuntungan sebagai tempat diversifikasi aset investasi, sekaligus memanfaatkan tunjangan hari raya (THR) apabila tak terpakai akibat kebijakan pembatasan mudik.
Asosiasi dan para anggota menjamin terus menjaga komitmen untuk meningkatkan inklusi keuangan serta mendorong keterlibatan masyarakat melalui kemudahaan akses keuangan dari fintech pendanaan, bahkan menjadi lender dengan memanfaatkan THR dan kondisi yang terjadi saat ini.
Sebagai gambaran, para pemain industri fintech P2P lending sebelumnya berhasil menyalurkan Rp74,41 triliun sepanjang 2020, bahkan masih tercatat naik 26,47 persen (year-on-year) dari Rp58 triliun sepanjang 2019. AFPI pun menargetkan penyaluran pinjaman industri P2P di sepanjang periode 2021 ini mampu mencapai lebih dari Rp100 triliun.
"Diharapkan dengan adanya dukungan seperti ini, AFPI terus yakin dan optimis penyaluran Rp100 triliun akan tercapai. Kami akan memastikan setiap penyelenggara fintech pendanaan, yang merupakan anggota AFPI, untuk turut bahu membahu mewujudkan cita-cita bersama ini, tentunya dengan melakukan praktek bisnis yang sehat, sesuai dengan regulasi dan peraturan yang berlaku," tutup Taufan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel