Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah kembali diharap tidak memaksa perbankan menyalurkan kredit di masa pandemi.
Adapun, pertumbuhan kredit pada awal tahun ini sudah tercatat positif secara year-to-date (ytd) yakni 0,27 persen. Posisi ini sudah nampak lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang selalu negatif.
Pengamat perbankan dari Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto menyampaikan potensi pertumbuhan ekonomi tahun ini awalnya tampak sangat baik.
Jika kekhawatiran pandemi tidak terlalu tinggi, program vaksinasi berjalan lancar, maka perbankan dapat mengakselerasi kredit seiring dengan program pemulihan ekonomi pemerintah.
Namun, banyak ketidakpastian dari sisi penanganan pandemi luar negeri yang potensial berdampak pada dalam negeri. Program vaksinasi juga masih banyak mengalami kendala terutama dari sisi pasokan luar negeri.
"Bank saat ini masih memikul beban. Kalau bisa ya jangan ditambah dulu, jangan sampai mereka tambah kredit justru memicu ledakan bom yang lebih besar," katanya.
Dia menegaskan saat ini perbankan memiliki baki restrukturisasi lebih dari Rp800 triliun atau sekitar lebih dari 15 persen dari baki kredit perbankan nasional.
Pendapatan bank pun tertahan akibat restrukturisasi yang besar tersebut. Belum lagi, ada beban pencadangan yang perlu dialokasikan untuk berjaga-jaga dari down grade kredit restrukturisasi tersebut.
"Perbankan saat ini pun kesulitan karena hanya dapat bertahan dengan membayar bunga depisto, tetapi itu lebih baik dari pada harus menanggung beban down grade restrukturisasi kredit yang besar," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel