Produksi Baja China Naik, Harga Bijih Besi di Atas US$200 per Ton

Bisnis.com,17 Mei 2021, 12:36 WIB
Penulis: Lorenzo Anugrah Mahardhika
Pabrik baja di Jiaxing, Provinsi Zhejiang, China/Reuters-William Hong

Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi kembali ke level di atas US$200 per ton seiring dengan lonjakan produksi baja di China. Hal ini mengindikasikan kegiatan industri yang terus berjalan ditengah upaya pengendalian harga.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (17/5/2021), harga bijih besi berjangka di Singapura terpantau naik 2,4 persen ke level US$206,55 per ton hingga pukul 10.23 waktu setempat. Pada dua hari perdagangan terakhir, harga komoditas bahan baku pembuatan baja ini anjlok sekitar 11 persen.

Sementara itu, kontrak bijih besi berjangka di Dalian Commodity Exchange (DCE) terpantau naik 2 persen setelah turun ke batas hariannya pada Jumat pekan lalu.

Salah satu katalis positif bagi harga bijih besi adalah kenaikan jumlah produksi baja yang terjadi di China. Data dari pemerintah setempat menyebutkan, total ouput baja pada April 2021 naik menjadi 97,9 juta ton.

Jumlah produksi tersebut juga membawa total output baja secara year to date (ytd) di China menjadi 375 juta ton, atau naik 16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Lonjakan tersebut terjadi di tengah menurunnya persediaan bijih besi di pelabuhan-pelabuhan China, mengindikasikan penguatan permintaan.

Sementara itu, pemerintah China akan tetap berkomitmen untuk mengontrol polusi yang dihasilkan dari industri pembuatan baja. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membatasi output baja di pusat produksi di Kota Tangshan dan inspeksi pabrik secara nasional serta pemangkasan kapasitas pabrik.

Di sisi lain, permintaan baja global menunjukkan tren kenaikan yang turut mengurangi cadangan bijih besi dan mendorong kenaikan harga.

Director Iron Ore Research Pty, Philip Kirchlechner menyebutkan, pemerintah China mungkin akan melanjutkan intervensinya pada industri baja. Meski demikian, pemerintah China akan terjebak antara dua hal yang dilematis.

“Mereka akan berupaya mempertahankan kebijakan urbanisasi yang membutuhkan baja atau bijih besi dan mempertahankan konsumsinya. Di sisi lain, pemerintah China juga ingin mengontrol polusi dan harga bijih besi,” katanya.

Kirchlechner melanjutkan, salah satu faktor yang memperumit pergerakan harga bijih besi adalah komponen spekulatif yang tidak diketahui oleh pelaku pasar. Menurutnya, apabila komponen tersebut cukup besar, kabar apapun terkait perubahan kebijakan pemerintah dapat kembali menurunkan harga.

Sementara itu, laporan dari Morgan Stanley menyebutkan, harha bijih besi dapat bertahan pada level ini hingga kuartal II/2021, meskipun pergerakannya akan tetap fluktuatif.

“Hal ini seiring dengan produksi baja di China yang terus meningkat, margin produksi baja akan tetap tinggi dan pasokan bijih besi juga tetap terbatas,” demikian kutipan laporan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farid Firdaus
Terkini