Carbon Tax Muncul Lagi, Pemerintah-DPR Bakal Segera Bahas

Bisnis.com,20 Mei 2021, 03:00 WIB
Penulis: Jaffry Prabu Prakoso
Menurut keterangan Institute for Essential Services Reform, emisi dari sektor transportasi hampir mencapai 30 persen dari total emisi CO2 di Indonesia. Transportasi darat berkontribusi 88 persen dari total emisi di sektor ini. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pengenaan pajak terhadap emisi gas buang kendaraan telah lama menjadi diskursus antara pemerintah dan pelaku usaha. Setelah lama tidak terdengar, rencana penerapan carbon tax kembali muncul. 

Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia menyebut carbon tax adalah satu hal yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

"Di dalamnya termasuk terkait carbon tax atau pajak karbon," katanya melalui konferensi video, Rabu (19/5/2021).

Terkait RUU KUP, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat kepada DPR. Jokowi secara khusus meminta DPR segera melakukan pembahasan. 

Sebagai informasi, RUU KUP masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021.

Adapun sedikitnya, terdapat tiga pratik penerapan carbon tax di dunia saat ini. Pertama penerapan pada kendaraan bermotor seperti LCGC dan LCEV (kendaraan energi baru terbarukan).

Dengan demikian kendaraan yang ramah lingkungan akan dikenakan pajak yang lebih rendah. Sebaliknya, kendaraan yang boros bahan bakar akan dikenakan pajak lebih besar. 

Kedua, penerapan tax carbon pada bahan bakar seperti yang berlaku di Afrika Selatan, Chile dan Meksiko.

Namun, di Tanah Air hal ini cukup sulit karena kenaikan harga bahan bakar merupakan hal yang masih sangat sensitif.

Ketiga, carbon tax ketika memperpanjang surat-surat kendaraan. Namun, tantangannya ialah orang mudah mengutak-atik kendaraan untuk lolos uji emisi.

Sebelumnya, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengusulkan sejumlah parameter untuk menghitung besaran pajak. Pertama adalah tingkat karbon yang dikeluarkan atau CO2 (g/km), kategori atau jenis kendaraan, serta kapasitas mesin.

Namun apabila hanya menggunakan tingkat karbon yang dikeluarkan, timbul kekhawatiran harga mobil entry level yang diproduksi di Indonesia, seperti Toyota Avanza misalnya akan naik. 

Seiring dengan itu, mobil eropa yang kebanyakan diimpor utuh atau dikirim secara terurai dengan penggunaan komponen lokal yang minim akan diuntungkan, karena harganya akan turun. 

Maka dari itu, Gaikindo menggunakan kapasitas mesin sebagai tolok ukur selanjutnya. Hal ini untuk membatasi adanya pembengkakan atau penyusutan tarif secara drastis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini