Chatib Basri Ungkap Tantangan Subsidi BBM dan Data Penduduk Miskin

Bisnis.com,24 Mei 2021, 14:55 WIB
Penulis: Dany Saputra
Pengamat Ekonomi M. Chatib Basri./FB Sri Mulyani

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Chatib Basri menceritakan pengalamannya saat menjadi Menteri Keuangan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia menceritakan pengalamannya saat menjabat Menkeu dalam menetapkan target penerima bantuan sosial (bansos) ketika data orang miskin atau perlindungan sosial (perlinsos) tidak tersedia.

Chatib menjelaskan tidak adanya data tersebut akhirnya membuat kebijakan subsidi BBM diterapkan untuk menyediakan bantuan sosial bagi orang miskin. Menurutnya, hal tersebut adalah cara paling sederhana untuk menyalurkan bansos pada masanya, namun cenderung bias.

"Sayangnya, kebijakan seperti ini cenderung bias terhadap kelas menengah dan menengah atas, karena sebenarnya mereka yang mendapatkan keuntungan dari subsidi BBM. Mereka yang mengonsumsi BBM untuk mobil mereka. Sedangkan, kelas menengah ke bawah menggunakan BBM melalui transportasi umum," jelas Chatib dalam wawancaranya dengan Age of Economics yang dikutip Bisnis, Senin (24/5/2021).

Akibatnya, Chatib mengatakan pada saat itu pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga bahan bakar dan mengalokasikan dana subsidi melalui bantuan tunai, untuk orang miskin.

Karena data orang miskin atau target penerima bantuan dana belum ada, maka proses penyaluran bantuan tunai dilakukan melalui antrean, meskipun sedikit sulit. Menurut pengalamannya, Chatib menuturkan bahwa lebih baik membiarkan orang miskin untuk datang sendiri ke tempat antrean pemberian bantuan, dibandingkan dengan mekanisme penargetan penerima bantuan. "Ini berkaitan dengan respon orang-orang terhadap insentif," ujarnya.

Chatib menilai penyaluran bantuan langsung secara tunai dengan antrean efektif meskipun sulit, karena menurutnya yang mengantre dipastikan orang-orang yang sangat membutuhkan. Dengan hadir secara fisik, maka pendataan penerima bantuan juga dapat dilakukan pada waktu yang sama untuk selanjutnya.

"Alasan kenapa kami buat prosesnya sulit, adalah apabila anda datang dari kelas menengah dan menengah ke atas, maka saya kira anda tidak akan menghabiskan waktu untuk antre hanya untuk sekitar Rp200.000," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini