Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi PT Garuda Indonesia Tbk. masuk dalam periode gawat darurat lantaran dihantam pandemi Covid-19. Memasuki akhir semester I/2021, kinerja keuangan emiten berkode saham GIAA tersebut tidak kunjung membaik.
Manajemen Garuda Indonesia mengakui memiliki utang sebesar Rp70 triliun atau US$4,9 miliar. Berdasarkan laporan keuangan September 2020, berikut daftar kreditur Garuda Indonesia.
Utang jangka pendek Garuda mencapai US$754 juta, yang mana US$236,63 juta berasal dari perbankan seperti Bank Panin US$119,84 juta, Bank Permata US$31,6 juta, dan ICBC Bank US$24 juta.
Sementara itu, utang jangka panjang Garuda mencapai US$260,95 juta. Bank yang menjadi kreditur adalah Bank Maybank US$37,27 juta, dan Bank BCA US$205.488.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan kondisi maskapai penerbangan pelat merah tersebut mengalami kondisi berat.
Kinerja Garuda Indonesia mulai dari terlilit utang Rp70 triliun hingga penawaran pensiun dini bagi karyawan perusahaan. Irfan mengatakan Garuda Indonesia memiliki utang sebesar Rp70 triliun atau US$4,9 miliar.
Jumlah utang tersebut bertambah lebih dari Rp1 triliun per bulannya seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok.
"Saat ini arus kas GIAA berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp41 triliun," paparnya dikutip dari Bloomberg, Minggu (23/5/2021).
Dampak pandemi virus corona juga terasa pada penurunan harga sukuk Garuda Indonesia. Tercatat, selama sebulan terakhir harga sukuk yang diterbitkan GIAA senilai US$500 juta turun sekitar 7 sen ke 81. Level tersebut merupakan harga terendah sejak Januari 2021 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel