BAKN Temukan Penyebab Serapan TKDD Lambat

Bisnis.com,26 Mei 2021, 17:26 WIB
Penulis: Jaffry Prabu Prakoso
Gedung Kementerian Keuangan/kemenkeu.go.id

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) menemukan ketidaksinkronan pemahaman antara pemerintah pusat dan daerah terkait dana alokasi khusus atau DAK yang menjadi bagian dari transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).

Wakil Ketua BAKN Anis Byarwati mengatakan bahwa merujuk pada definisi dari DAK, tujuannya mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional.

“Melihat dari definisi ini berarti kegiatan-kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan sesuai dengan prioritas pemerintah pusat, maka akan didanai oleh pemerintah pusat. Namun dalam kenyataannya kondisinya menjadi berbalik,” katanya melalui pesan instan, Rabu (26/5/2021).

Anis menjelaskan bahwa kata prioritas nasional membuat seluruhnya menjadi domain pemerintah pusat mulai dari perencanaan, menentukan besaran alokasi DAK, sampai kepada evaluasinya.

Akhirnya, daerah penerima DAK hanya berperan sebagai eksekutor tanpa memiliki kebijakan apapun dalam pengelolaan.

Permasalahan ini, tambahnya, bukan hanya terjadi tahun ini, tapi sudah pada tahun-tahun sebelumnya. Jadwal perencanaan dan penganggaran daerah yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat, menjadi salah satu penyebabnya.

Hal lain yang menjadi kendala adalah regulasi atau petunjuk teknis DAK yang sering terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal perencanaan di daerah.

Kondisi itu berdampak kepada pelaksanaan DAK di daerah, yang membuat serapan TKDD termasuk DAK di dalamnya lambat.

“Temuan ini penting untuk menjadi masukan bagi pemerintah pusat. Bahwa permasalahan DAK bukan hanya ketidaksiapan pemerintah daerah, akan tetapi kenyataaannya banyak sekali permasalahan yang tidak sepenuhnya kesalahan dari pemerintah daerah,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat serapan transfer ke daerah dan dana desa atau TKDD lambat. Berdasarkan temuan di lapangan, penyebabnya ada di pemerintah pusat.

Kementerian Keuangan mencatat belanja daerah masih rendah. Per April, yang teralokasi sebesar Rp143,89 triliun atau 12,7 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Sri mengatakan bahwa APBD sebagian besar masih ditransfer dari pusat. Peranan dari pajak asli daerah sekitar 2,65 persen.

Tak heran kini sepertiga APBN menjadi APBD. Oleh karena itu, negara sangat bergantung pada daerah dan pemanfaatannya menjadi sangat penting.

“Karena kalau tidak, berarti sepertiga dari APBN kita tidak efektif,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini