Sidang Tipikor 13 Manajer Investasi di Jiwasraya Mulai Senin, Hotman Paris Masih ‘Bingung’?

Bisnis.com,30 Mei 2021, 10:22 WIB
Penulis: Gajah Kusumo
pengacara Hotman Paris Hutapea/@hotmanparisofficial

Bisnis.com, JAKARTA — Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea yang sudah berpraktik hukum hampir tiga dekade ternyata masih ‘bingung’ dengan peliknya kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.

Kebingungannya adalah dasar hukum yang dijadikan alasan untuk memidanakan 13 manajer investasi sebagai terdakwa kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.

“Makanya, Hotman Paris yang sudah praktik hukum selama 36 tahun nmeminta nasihat hukum dari para profesor dan mahasiswa hukum dalam kasus Jiwasraya,” ujarnya dalam akun Instagram @hotmanparisofficial, Minggu (30/5/2021).

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya bakal mulai mengadili 13 terdakwa korporasi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang PT Asuransi Jiwasraya pada Senin (31/5/2021).

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Ali Mukartono mengaku bahwa pihaknya juga sudah memanggil Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus tersebut untuk membahas lambatnya penyelesaian dakwaan 13 tersangka korporasi.

“Besok senin 31 mei ada 13 perusahaan reksa dana yang akan diadili sebagai terdakwa korporasi karena membeli saham yang tidak likuid di bursa.” katanya

Hotman mempertanyakan apakah ada aturan atau dasar hukum di negeri ini apabila saham yang sudah dibeli dan telah lama diperdagangkan di bursa, lalu bukannya mendatangkan keuntungan tetapi malah merugikan, dapat dimasukkan sebagai jenis perbuatan pidana.

Dia menegaskan saham yang dibeli itu sudah lama listing resmi tercatat dan terdaftar di bursa.

“Artinya saham itu adalah saham yang sah... Jadi saham yang diperjualbelikan barang yang sah. Kalau ada orang beli dan ternyata rugi apakah itu perbuatan pidana? Saya jadi bingung deh,” ujarnya.

Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) memaparkan peran ke 13 manajer investasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korporasi dalam korupsi dana investasi milik PT Asuransi Jiwasraya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa ketiga belas manajer investasi itu telah bekerjasama dengan Joko Hartono Tirto selaku pihak terafiliasi dengan Heru Hidayat untuk membentuk produk reksa dana Jiwasraya.

"Mereka membentuk produk reksa dana khusus untuk PT AJS yang dalam pelaksanaan pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto selaku pihak terafiliasi Heru Hidayat," kata Leonard dikutip Sabtu (20/2/2021).

Dua petinggi Jiwasraya yakni Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo kemudian menyetujui analisis subscripton reksa dana yang dikelola oleh para tersangka dalam Nota Intern Kantor Pusat (NIKP) yang disusun oleh Agustin Widhiastuti selaku Kepala Divisi Keuangan dan Investasi.

Meskipun menurut Leonard, setekah ditelisik, diketahui bahwa NIKP disusun secara formalitas dan tidak profesional, yang bertentangan dengan ketentuan. Apalagi, setelah itu mereka telah menyepakati dan melaksanakan pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan yang menjadi underlying pada produk reksa dana Jiwasraya.

Pengelolaannya dilakukan oleh para manajer investasi, untuk dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto, Pieter Rasiman dan Moudy Mangkey.

"Mereka membeli saham-saham menjadi underlying reksa dana milik PT. AJS yang dikelola oleh para terdakwa merupakan saham-saham yang berisiko atau tidak likuid pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional Jiwasraya," jelasnya.

Adapun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Periode Tahun 2008 - 2018, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian negara dari kasus tersebut mencapai Rp12,15 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gajah Kusumo
Terkini