Pak Jokowi! Ini 5 Catatan Ekonom Indef Tentang Anggaran Alutsista Rp1,7 Kuadriliun

Bisnis.com,09 Jun 2021, 15:33 WIB
Penulis: Dany Saputra
Pesawat udara CASA NC212 Skuadron Udara 600 Wing Udara-1 dan Skuadron Udara 800 Wing Udara-2 Puspenerbal, melakukan flypass (terbang formasi) diatas kapal perang pada gladi bersih HUT ke-72 TNI di Banten, Selasa (3/10)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Riset Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya memaparkan sejumlah hal yang perlu diperhatikan pemerintah soal usulan anggaran Kementerian Pertahanan untuk modernisasi alutsista senilai Rp1.780 triliun.

Pertama, Berly menilai pemerintah perlu membuat kajian lebih dalam lagi terkait dengan analisis kebutuhan suplai alutsista (Minimum Essential Force/MEF), yang dikaitkan dengan demand (permintaan), threat assesement (penilaian ancaman), dan strategi pertahanan Indonesia.

Adapun, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di 2009, MEF telah diterapkan dan ditargetkan rampung atau mencapai 100 persen di 2024.

"Review target MEF saya kira sangat penting dengan para pakar dan praktisi, harus dikaitkan dengan kebutuhan kita. Bukan hanya dengan rasio terhadap GDP," jelas Berly dalam webinar Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista Rp1,7 Kuadriliun, Rabu (9/6/2021).

Kedua, belanja pemerintah terhadap PDB masih relatif rendah karena penerimaan rendah. Maka itu, Berly mengatakan penerimaan perlu dinaikkan terlebih dahulu sebelum menaikkan belanja, termasuk ke alutsista.

Ketiga, sistem pendanaan modernisasi alutsista dengan pinjaman luar negeri harus dikaji lebih dalam lagi terkait dengan rencana pembayarannya. Berly menyebut tidak semua hutan buruk, namun hutang tetap harus dibayar.

Keempat, pemerintah perlu membedakan beban APBN secara proporsi atau persentase, dengan nilai (Rp). Berly menyebut kedua beban tersebut memiliki konsekuensi tersendiri.

Pasalnya, Kemhan sebelumnya mengklaim bahwa sistem pembiayaan tidak akan membebani APBN untuk prioritas pembangunan nasional, karena menggunakan pinjaman luar negeri dengan sistem angsuran bertenor panjang 28 tahun dan bunga kurang dari 1 persen (<1 persen).

"Terakhir [kelima], ini kita khawatir di sisi accountability dan good governance, baik jumlah [anggarannya] segitu [Rp1.780 triliun] atau sepertiganya, bahkan sepersepuluhnya itu masih lumayan," ungkapnya.

Secara ekonomi, Undang-Undang Industri Pertahanan memuat kewajiban di mana alutsista dari luar negeri harus diikuti oleh transfer teknologi dan memperkuat industri pertahanan dalam negeri. "Ini juga perlu disebut Kemhan ketika menjelaskan secara komprehensif ke masyarakat," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini