Masuk Zona Merah, 8.471 Perusahaan di Jateng Diawasi Ketat

Bisnis.com,15 Jun 2021, 12:08 WIB
Penulis: Alif Nazzala Rizqi
Sejumlah pasien Covid-19 yang dijemput dari desa-desa tiba di rusun karantina bakalankrapyak Kudus, Jawa Tengah, Minggu (6/6/21). Sebanyak 90 pasien Covid-19 di Kudus yang melakukan isolasi mandiri di rumah dipindahkan ke tempat karantina terpusat di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah guna mendapatkan penanganan yang lebih terarah./Antara

Bisnis.com, SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ketat terus melakukan pengawasan terhadap perusahaan padat karya terkait penerapan protokol kesehatan.

Hingga saat ini, sebanyak 8.471 perusahaan telah dipantau agar memaksimalkan work from home (kerja dari rumah) dan giliran kerja.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng Sakina Roselasari mengatakan,penerapan WFH dan giliran kerja untuk mengurangi risiko penyebaran Covid-19. Di zona risiko tinggi penularan Covid-19, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemda setempat.

Perlu diketahui saat ini klaster keluarga masih menjadi risiko penularan tertinggi, dengan 62,6 persen. Sementara klaster perusahaan sebanyak delapan persen, dan klaster perkantoran dua persen dari total kasus.

“Untuk tenaga kerja di Kudus, terinfo bahwa perusahaan di Kudus untuk bagian administrasi bekerja dari rumah atau WFH. Kalau untuk yang bagian produksi ada jadwal sifnya. Untuk perusahaan padat karya seperti itu,” kata Sakina, Selasa (15/6/2021)

Dia menuturkan, dari 8.471 perusahaan yang dicek, rata-rata sudah menerapkan protokol kesehatan sesuai arahan. Khusus di Kudus, Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah, telah melakukan pemantauan terhadap 777 perusahaan.

Namun demikian, Sakina tidak menampik kenyataan adanya kemungkinan transmisi dari luar perusahaan. Karena itu, pihak manajemen dituntut meningkatkan kewaspadaan.

“Tetapi kan ada juga mobilisasi dari pekerja. Nah itu kami harapkan prokes ketat. Harus ada kewaspadaan akan varian baru,” imbuhnya.

Sakina menyebut hingga saat ini belum ada opsi untuk melakukan lockdown terhadap perusahaan karena kebanyakan perusahaan kini dalam tahap produksi.

“Sementara belum ada. Oleh karenanya perusahaan harus menerapkan prokes sedemikian rupa. Alternatif lockdown belum ada, karena perusahaan sudah terikat dengan buyer dan produksi harus diselesaikan. Di situlah pekerja harus mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini