Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran bank digital semakin meramaikan industri perbankan dengan masuknya pemain-pemain baru. Meski begitu, kehadiran bank digital bukanlah ancaman bagi bank konvensional.
Wakil Direktur Utama Bank Jago Arief Harris Tandjung mengatakan bank digital bukanlah sebuah fenomena baru. Secara global, perkembangan bank digital sudah terlihat sejak 2010-2011 dengan munculnya digital bank meski ketika itu belum terlalu populer.
Namun setelah 2013, bank digital semakin banyak, baik di Amerika Latin, Amerika, Eropa, maupun Asia, misalnya, Nubank di Brazil, Monzo di Eropa, serta Kakao Bank dan WeBank di Asia.
Di Indonesia, beberapa bank terlihat sudah memperkenalkan digital banking meskipun belum murni digital, seperti PT Bank BTPN Tbk. yang mengembangkan Jenius pada 2016-2017, serta Digibank dari DBS.
"Kami lihat ini bukan sesuatu yang baru, tapi mungkin dari awal yang bener-bener set up full digital baru kemarin pada 2020 mulai dari Bank Jago dan beberapa bank lain yang sudah diperkenalkan," terangnya dalam Webinar Mandiri Sekuritas, Rabu (16/6/2021).
Arief mengatakan yang berbeda dari bank digital yakni layanannya yang hampir 100 persen dilakukan secara digital banking. Namun, di Indonesia agaknya kantor cabang tetap menjadi kebutuhan meski jumlahnya sangat sedikit.
Demikian juga bagi Bank Jago dengan aset yang telah mencapai puluhan triliun dalam lima tahun mendatang, akan memiliki tidak lebih dari 10 kantor cabang. Menurutnya, Bank Jago hanya akan memiliki 5-6 kantor cabang atau hanya 1 kantor cabang di setiap kota.
"Sebagian besar transaksinya dilakukan melalui apps. Ini salah satu perbedaan yang paling besar," imbuhnya.
Dengan model bisnis tersebut tentu ada beberapa hal yang dapat menjadi keuntungan. Salah satunya, bank mendorong apps-nya lebih mudah digunakan sehingga sangat mudah bagi nasabah melakukan transaksi perbankan seperti pembukaan akun, cek saldo, transfer, payment, maupun top up emoney.
Bank juga akan melakukan banyak transformasi secara operasional dan melakukan penghematan biaya. Berdasarkan pengalamannya bergelut di industri perbankan hampir 30 tahun, Arief menyebut biaya kantor cabang tidaklah murah.
"Ini [bank digital] adalah salah satu model ke depan yang bisa menjadi salah satu alternatif layanan," ujarnya.
Kehadiran bank digital juga bukan menjadi ancaman bagi bank konvensional. Arief meyakini bank konvensional akan tetap ada untuk memberikan layanan kepada nasabah yang tidak dapat dilayani oleh bank digital.
Bank konvensional akan tetap dibutuhkan untuk melayani segmen corporate, komersial, SME, maupun segmen high net worth individuals.
"Jadi, tetap dibutuhkan bank konvensional atau yang sifatnya hybrid yaitu ada layanan konvensional dan ada layanan perbankan digital," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel