PMK Tarif Sertifikasi Halal Dirilis, Pengusaha Mamin Tunggu Aturan BPJPH

Bisnis.com,18 Jun 2021, 01:57 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menanti peraturan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait dengan biaya yang belum diatur dalam aturan baru mengenai tarif sertitikasi produk halal yang dikeluarkan Kementerian Keuangan.

Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gapmmi Rachmat Hidayat mengatakan terdapat ketentuan sejumlah biaya yang ditunggu pelaku industri makanan dan minuman yang tidak diatur dalam PMK No. 57/2021 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.

"Yakni biaya pemeriksaan halal yang terdiri atas akomodasi auditor, transportasi auditor halal, dan lain sebagainya yang masih harus kami bayarkan. Hal tersebut akan diatur dalam aturan kepala BPJPH. Itu yang kami tunggu," ujar Rachmat, Kamis (17/6/2021).

Menyoal pengaturan tarif dalam PMK tersebut, lanjutnya, pelaku industri makanan dan minuman berharap biaya sertifikasi halal tidak lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang mesti dikeluarkan sebelum aturan tersebut dikeluarkan.

Adapun, dalam PMK 57/2021, tarif layanan utama sertifikasi halal berkisar antara Rp300.000 hingga Rp5 juta dari berbagai jenis layanan. Di antaranya sertifikasi halal untuk barang dan jasa, akreditasi lembaga pemeriksa halal, dan registrasi auditor halal.

Selain itu, pelaku industri makanan dan minuman juga memperhitungkan biaya sertifikat halal yang mesti dikeluarkan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah. Kendati dikenakan biaya sertifikasi Rp0, diperkirakan akan tetap ada biaya yang dikeluarkan untuk pendampingan.

"Pendampingannya pasti ada biaya juga. Honor pendamping dan lain-lain. Itu harus diperhitungkan juga," sambungnya.

Berdasarkan data BPJPH, saat ini terdapat 13 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang wajib bersertifikat halal.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 68 persen di antaranya bergerak di sektor makanan dan minuman (mamin). Sementara sisanya, merupakan pelaku usaha obat-obatan. Terutama obat-obatan tradisional seperti jamu-jamuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini