Tarif Baru Pungutan Ekspor Sawit, GIMNI: Cegah Spekulasi Harga

Bisnis.com,29 Jun 2021, 20:40 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan atas besaran tarif pungutan ekspor (PE) produk sawit dinilai pelaku usaha memberi kepastian dan bisa mencegah aksi spekulasi harga.

Penyesuaian PE tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No. 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang diundangkan pada 25 Juni 2021. Pengenaan tarif baru mulai berlaku pada 2 Juli 2021, 7 hari setelah beleid ini diundangkan.

“Yang utama dari dikeluarkannya PMK ini adalah kepastian dalam aktivitas industri sawit. Hal ini juga mencegah aksi-aksi spekulasi yang berdampak negatif pada harga sawit dan tentunya harga tandan buah segar di tingkat petani,” kata Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo, Selasa (29/6/2021).

Kalangan petani sebelumnya menyebutkan bahwa pungutan ekspor yang maksimal dipatok US$175 per ton akan menggerus harga tandan buah segar (TBS) di petani swadaya sebesar Rp400 per kilogram (kg). Jika diakumulasikan dengan produksi sebesar 1 ton per hektare lahan, maka petani berisiko kehilangan pendapatan sebesar Rp400.000.

Bernard berharap perubahan tarif bisa meningkatkan volume transaksi, baik untuk ekspor maupun di pasar domestik. Dengan demikian, harga CPO bisa lebih stabil kembali usai mengalami penurunan yang cukup signifikan selama hampir sebulan.

“Kami harap volume transaksi bisa naik sehingga harga bisa stabil kembali setelah sempat turun signifikan hampir sebulan ini,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag Kasan Muhri menyebutkan aspek harga TBS di petani menjadi salah satu pertimbangan penyesuaian pungutan ekspor.

“Pemerintah melihat skema PE yang baru ini akan tetap menjaga harga TBS di level petani, sehingga petani sawit masih dapat menikmati harga yang remunerative,” kata Kasan.

Selain mempertimbangkan aspek harga TBS, Kasan mengatakan penetapan ambang batas PE akan memberikan ruang kepada pelaku usaha sawit untuk memiliki sumber daya yang cukup dalam investasi dan diversifikasi produk turunan dari kelapa sawit, secara khusus ketika harga sedang baik. Pelaku usaha sawit termasuk eksportir diharapkan mampu menjaga posisinya di pasar global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini