Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa nasabah-nasabah asuransi kelas kakap dan kerah putih pun masih kerap belum memahami produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau PAYDI, yang dikenal sebagai unit-linked. Hal tersebut menunjukkan pentingnya edukasi unit-linked kepada para calon nasabah.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II OJK Moch. Ihsanuddin menjelaskan bahwa unit-linked menjadi salah satu produk asuransi yang banyak dikeluhkan oleh nasabahnya. OJK menyebut keluhan itu terbagi menjadi persoalan pemasaran, penjualan yang tidak tepat, hingga keluhan turunnya nilai unit.
Menurut Ihsanuddin, ketiga jenis keluhan yang banyak masuk ke meja otoritas itu seringkali berkaitan dengan kurang pahamnya nasabah terhadap produk unit-linked. Bahkan, menurutnya, ketidakpahaman itu bukan hanya soal tingkat pendidikan, karena seluruh lapisan masyarakat turut melayangkan keluhan.
"Ini yang kita perlu berikan edukasi tidak hentinya, karena bukan hanya masyarakat awam yang suka protes. Bahkan yang sudah educated, pejabat, orang yang memiliki posisi tertentu, itu juga masih protes nilai saya kok jadi segini, kok malah berkurang. Ini apakah penipuan dan lain-lain," ujar Ihsanuddin dalam webinar Menghindari Gagal Paham tentang Unit-Linked, Rabu (30/6/2021).
Dia menjelaskan bahwa sebagian masyarakat kerap belum memahami fitur-fitur yang ada di produk unit-linked, khususnya aspek investasi. Misalnya, sebagian masyarakat belum memahami bahwa terdapat risiko penurunan nilai dalam investasi, atau adanya pemotongan nilai investasi jika melakukan libur bayar premi.
Otoritas menilai bahwa salah satu faktor yang menyebabkan keluhan-keluhan itu muncul adalah belum tercapainya pemahaman saat proses pemasaran di awal, antara agen dan pemegang polis. Penting bagi agen dan pemegang polis untuk memiliki pemahaman yang sama terkait hak dan kewajiban dari sebuah asuransi.
"Hanya rata-rata karena kewajiban atau kesibukan, atau tulisannya kecil-kecil, [calon nasabah] itu malas baca polis. Dalam fase free look period itu nasabah bisa bilang 'saya enggak jadi beli asuransi', sehingga ke depannya tidak perlu lagi ribut-ribut. Di sini peran agen asuransi mestinya memastikan peran untuk pemegang polis yang sesungguhnya," ujar Ihsanuddin.
Ihsanuddin menilai bahwa kedua pihak harus menjalin komunikasi yang baik hingga adanya kesamaan pemahaman terkait unit-linked. Dari sisi korporasi, agen sebagai representasi perusahaan asuransi harus memastikan nasabah itu mendapatkan produk yang sesuai kebutuhan dan kemampuan.
"Jangan hanya karena nasabah prioritas, kolega, teman dekat, sehingga kita tawarkan rupa-rupa, padahal mereka belum butuh atau mereka tidak mau ada risiko atas investasi. Harus dipahami dulu [karakteristik dan kebutuhannya]," ujarnya.
Lalu, nasabah pun harus memastikan produk yang ditawarkan itu apakah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Beberapa aspek yang harus diperhatikan adalah tarif premi, manfaat yang tersedia, risiko investasi, hingga biaya-biaya yang ada dalam produk terkait.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel