DPR Kritik Bantuan Subsidi Upah, Berikut 4 Catatannya

Bisnis.com,26 Jul 2021, 09:37 WIB
Penulis: Newswire
Para pedagang asongan di kawasan Pantai Kuta, Lombok Tengah masih menjajakan barangnya kepada wisatawan di area pantai./Bisnis.com-Eka Chandra Septarini

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi Kesehatan DPR, Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah menyempurnakan program Bantuan Subsidi Upah (BSU).

“Ada banyak catatan terkait pelaksanaan BSU pada tahun lalu. Sudah semestinya, kekurangan-kekurangan yang ada tidak terjadi lagi pada tahun ini,” kata Saleh dalam keterangannya, Senin (26/7/2021).

Berikut 4 kritikan Saleh atas pelaksanaan BSU:

Pertama, data penerima BSU yang diberikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan tidak semuanya akurat. Berdasarkan keterangan Menteri Ketenagakerjaan saat itu, ada banyak duplikasi data, rekening tidak valid, rekening sudah tutup, dan tidak sesuai NIK.

Akibat kesalahan-kesalahan data tersebut, BSU yang disediakan tidak terserap secara keseluruhan. Per 14 Desember 2020, realisasi BSU hanya mencapai Rp27,96 triliun (93,94 persen) dari anggaran yang disediakan sebesar 29,85 Triliun.

Artinya, ada Rp1,89 triliun yang tidak tersalurkan dan harus dikembalikan ke negara.

“Anggaran sebesar Rp1,89 triliun itu sangat banyak. Pasti banyak kelompok pekerja yang tidak jadi menerima. Padahal, mereka sudah masuk kriteria penerima yang gajinya di bawah Rp5 juta,” ujar politikus PAN ini.

Kedua, target sasaran penerima BSU sudah semestinya diperluas.

Selain pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, pemerintah semestinya juga memikirkan para pekerja sektor informal. Pasalnya, pekerja informal sangat terdampak kebijakan PPKM. Penghasilan mereka juga tidak menentu dan tidak jarang harus menutup usahanya.

Para pekerja informal ini seperti buruh bangunan, pedagang sayur, pedagang asongan, juru parkir, penjahit, buruh cuci, sopir angkot, nelayan, dan petani.

Menurut Saleh, tidak mudah mendata mereka. Tetapi, itu menjadi bagian tanggung jawab Kemenaker. Jika mereka dilupakan, akan ada nuansa ketidakadilan dalam pemberian bantuan sosial seperti ini.

Ketiga, ada banyak pekerja yang berstatus TKS atau tenaga kerja sukarela di daerah yang penggajiannya jauh di bawah UMK.

Mereka, kata Saleh, diangkat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di banyak kabupaten/kota. Masalahnya, APBD yang tersedia tidak mampu untuk menggaji mereka secara proporsional.

“Sama seperti guru honorer, mereka ini juga semestinya menjadi target sasaran. Kebanyakan di antara mereka ini justru bekerja di bidang kesehatan sebagai perawat dan bidan,” kata dia.

Keempat, penyaluran BSU tahun lalu terkendala waktu. Saleh mengatakan, Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan saat itu dibatasi waktu yang mepet.

Akibatnya, perbaikan data penerima tidak bisa dilaksanakan sesuai harapan. Dia menyarankan agar BSU disalurkan lebih cepat, sebb dapat meningkatkan data beli masyarakat yang dapat menggerakkan roda perekonomian di lapisan terbawah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini