Bisnis.com, JAKARTA — Saham-saham big caps menjadi pilihan utama industri dana pensiun, sebagai bisnis jangka panjang. Meski komposisi portofolio sudah mendekati kondisi sebelum pandemi Covid-19, kinerja investasinya masih menghadapi tantangan kinerja LQ45 yang belum mentereng.
Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri menjelaskan, saat pandemi Covid-19, indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat anjlok ke level 4.000-an tapi kemudian kembali meningkat. Pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (27/7/2021), IHSG berada di level 6.097.
Menurutnya, kenaikan kinerja IHSG itu membuat kekhawatiran para penyelenggara dana pensiun atas kerugian investasi sudah hilang. Secara nilai investasi, dana ditempatkan di saham dan reksa dana sudah menunjukkan pemulihan yang baik sehingga membawa optimisme bagi para penyelenggara dana pensiun.
"Walaupun enggak nambah penempatan [investasi] tapi sudah balik nilainya. Kekhawatiran loss yang besar sudah hilang, secara amount jumlahnya sudah kembali ke posisi sebelum pandemi Covid-19," ujar Suheri kepada Bisnis, Selasa (27/7/2021).
Meskipun begitu, dana pensiun sebagai investor institusi menempatkan sebagian besar alokasi sahamnya di emiten berkapitasi besar (big caps). Suheri menilai bahwa kinerja indeks LQ45 saat ini belum begitu optimal, terlihat dari adanya selisih jika dibandingkan dengan kinerja IHSG.
Secara tahun berjalan, kinerja IHSG tercatat melemah 0,11 persen. Sementara itu indeks LQ45 yang pada penutupan perdagangan hari ini berada di angka 837, melemah 12,6 persen secara tahun berjalan.
"Kalau dilihat IHSG dengan LQ45 agak menganga [selisih kinerjanya]. Asumsi saya apabila pandemi Covid-19 ini segera berakhir, semua emiten akan kembali bergairah, dengan sendirinya akan terjadi penyesuaian harga di pasar modal," ujar Suheri.
Menurutnya, selain menempatkan dana di saham big caps, para penyelenggara dana pensiun relatif tidak banyak melakukan jual beli saham (trading). Hal tersebut membuat pergerakan kinerja LQ45 cukup menjadi perhatian, meskipun pertumbuhan terjadi di indeks secara keseluruhan.
Industri dana pensiun dinilai cenderung melakukan trading untuk keperluan penyeimbangan portofolio, misalnya ketika ada portofolio yang underweight atau overweight. Hal itu pula yang membuat para penyelenggara dana pensiun tidak terlalu agresif menambah portofolio investasi saham atau reksa dana ketika indeks turun atau terjadi 'diskon' harga.
"Oleh karena itu kita semua berharap investor asing masuk, karena big caps banyak diisi investor asing dan institusi, sementara investor institusi juga masih wait and see. Kalau kondisi pandemi Covid-19 sudah membaik, pasar mulai bergairah lagi," ujar Suheri.
Penanganan pandemi Covid-19 dinilai sebagai kunci untuk memicu pertumbuhan industri. Selain nilai dan hasil investasi yang akan tumbuh, jumlah peserta dana pensiun pun dinilai dapat bertambah saat kondisi ekonomi makro sudah membaik.
Ketika bisnis kembali bergairah, dunia usaha akan kembali menyerap tenaga kerja dan pendapatannya meningkat. Ketika kondisi keuangan dunia usaha sudah membaik, menurut Suheri, perusahaan-perusahaan sebagai pendiri pun akan menjaga kesejahteraan pekerjanya melalui dana pensiun.
"Dalam kondisi saat ekonomi sulit mungkin salah satu yang dilakukan perusahaan [untuk penghematan] adalah dana pensiun. Saat ekonomi membaik kepesertaan juga bisa tumbuh," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel