Tren Surplus Neraca Dagang Berpotensi Redam Kontraksi Ekonomi Akibat Perpanjangan PPKM

Bisnis.com,27 Jul 2021, 19:18 WIB
Penulis: Dany Saputra
Sejumlah warga menyantap sajian yang dijual salah satu warung makan di Kemayoran, Jakarta, Senin (26/7/2021). Pemerintah menyesuaikan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 pada pelaku usaha kuliner dengan mengizinkan warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya untuk buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 20.00, menerima maksimal pengunjung makan di tempat tiga orang dan waktu makan maksimal 20 menit. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA - Surplus neraca perdagangan diperkirakan akan berlanjut hingga kuartal III/2021, dan berpotensi meredam kontraksi ekonomi yang terjadi akibat perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Adapun, PPKM Darurat yang kini disebut PPKM level 4, diperkirakan akan menahan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Hal itu, dan masih rendahnya belanja atau penyerapan anggaran pemerintah berpotensi menyebabkan kontraksi ekonomi di kuartal III dan sepanjang 2021.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan kinerja ekspor merupakan berkah bagi perekonomian Indonesia, dan berpotensi meredam tekanan terhadap perekonomian seiring dengan upaya penekanan laju penyebaran varian Delta di dalam negeri.

“Kinerja ekspor ini sebagai blessing in disguise justru tumbuh tinggi pada saat pandemi, terutama di tahun 2021. Ini yang akan menjadi peredam kontraksi ekonomi di tahun 2021,” kata Faisal pada CORE Midyear Review 2021, Selasa (27/7/2021).

Di sisi lain, kinerja ekspor turut didukung oleh meningkatnya hampir seluruh harga komoditas unggulan Indonesia.

Selain itu, surplus neraca perdagangan Indonesia terus berlanjut sejak Mei 2020. Terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus sebesar US$1,32 miliar pada Juni 2021.

Akan tetapi, Faisal mengingatkan bahwa tren surplus yang diperkirakan berlanjut ini, juga merupakan anomali dari ekonomi Indonesia. Pasalnya, peningkatan impor yang dapat mendorong terjadinya defisit neraca perdagangan, dapat berarti bahwa ekonomi dalam negeri sedang dalam kondisi baik.

Sebaliknya juga, ketika impor mengalami penurunan, maka hal tersebut bisa menandakan bahwa perekonomian sedang tidak dalam kondisi baik, seperti pada 2020. Pada saat itu, BPS mencatat impor Indonesia sebesar US$141,57 miliar, lebih rendah dari 2019 sebesar US$171,28 miliar atau turun 17,34 persen.

“Ketika PPKM Darurat diberlakukan, ini berpotensi untuk menekan impor kembali sebagaimana tahun 2020 walaupun dengan tingkat yang lebih kecil. Kalau impor mengalami penurunan, sementara ekspor masih kuat, maka artinya net eskpor atau surplus neraca akan melebar. Pelebaran surplus terjadi karena kondisi ekonomi dalam negeri sedang sakit. Ini anomali dari ekonomi Indonesia,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini