Bisnis.com, JAKARTA - Kasus Covid-19 yang kembali melonjak di Indonesia sempat membawa kekhawatiran bahwa permohonan restrukturisasi bakal melonjak lagi. Namun, beberapa perusahaan pembiayaan (multifinance) nyatanya tetap tenang.
Pasalnya, permohonan sudah terbilang melandai, debitur terdampak pun sudah diberikan kesempatan luas para 'restrukturisasi jilid I' dan melakukan perpanjangan di tahap berikutnya. Sementara itu, sikap lebih selektif membawa debitur baru yang masuk portofolio potensinya minim untuk mengajukan restrukturisasi.
Oleh sebab itu, penerapan dari perpanjangan restrukturisasi yang tengah direncanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nantinya menjadi pilihan masing-masing perusahaan, apakah ingin kembali menerapkan atau tidak.
Hal ini diungkap Direktur Keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Finance) Sudjono, yang menyebut bahwa perpanjangan restrukturisasi hanya akan berguna bagi debitur restrukturisasi lama, yang kondisi usahanya masih benar-benar belum pulih.
"Saat ini kami sudah tidak mengakomodasi restrukturisasi baru, karena kami sudah memberikan kesempatan yang cukup luas di awal bagi konsumen yang hendak mengajukan," ujarnya, Senin (2/8/2021).
Nilai outstanding restrukturisasi pembiayaan emiten berkode BFIN ini pun kini tersisa Rp2,7 triliun, telah turun dari nilai tertinggi di Rp5,3 triliun sejak pertama kali digelar pada 2020.
Sudjono menjelaskan kondisi debitur yang masih masuk kategori restrukturisasi terbilang beragam, ada yang sudah mulai lancar, tapi ada pula yang masih 'batuk-batuk' karena kondisi usahanya masih belum pulih.
"Selain itu, semua pembiayaan yang dilakukan setelah terjadinya pandemi sudah mempertimbangkan kemampuan konsumen memenuhi kewajibannya di saat pandemi. Jadi, perpanjangan restrukturisasi itu dikembalikan kepada kebutuhan. Apabila dirasa perlu silahkan dilaksanakan, tapi bagi yang sudah bisa mengatasi masalah ini, seharusnya tidak ada urgensi untuk melakukan restrukturisasi yang baru," tambahnya.
Adapun Direktur Utama PT BCA Finance (BCA Finance) Roni Haslim mengungkap pihaknya tetap memilih restrukturisasi baru, melanjutkan nilai yang sebelumnya mencapai Rp8,2 triliun dari sekitar 87.000 akun debitur terdampak.
"Memang kami ada program restrukturisasi lanjutan, tapi sejauh ini belum terlalu banyak yang ambil program ini. Kira-kira hanya sekitar 400 konsumen," jelasnya.
Roni menjelaskan skema yang BCA Finance akomodasi kepada para debiturnya, kebanyakan berupa cuti bayar bunga dan pokok dalam jangka waktu 6 bulan.
Direktur Utama PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (Adira Finance) Hafid Hadeli mengungkap hal serupa. Di mana ADMF terus mengakomodasi permohonan restrukturisasi baru, namun nilainya kecil dan tidak signifikan.
Adapun, hingga Juni 2021 emiten berkode ADMF ini mengakomodasi permohonan restrukturisasi debitur hingga 831.000 kontrak pembiayaan atau sekitar Rp19 triliun, namun sekitar 80 persen di antara mereka sudah kembali membayar cicilan.
Sekadar informasi, berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) per 28 Juni 2021, permohonan restrukturisasi yang diterima 167 multifinance yang ikut mensukseskan kebijakan ini mencapai 5,75 juta kontrak pembiayaan, dengan nilai outstanding pokok Rp180,92 triliun dan bunga Rp48,87 triliun.
Permohonan yang disetujui mencapai 5,13 juta kontrak dengan nilai pokok Rp164,42 triliun dan bunga Rp44,76 triliun. Adapun, yang ditolak sebanyak 352.897 kontrak dengan nilai pokok Rp8,91 triliun dan bunga Rp2,28 triliun. Sisanya, atau sebanyak 261.185 kontrak masih dalam proses.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel