Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mendukung langkah otoritas untuk memblokir aplikasi Mata Elang yang melanggar ketentuan dan tersebar luas.
Sekadar informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir beberapa aplikasi Mata Elang pada Kamis, 29 Juli 2021.
Mata Elang merupakan istilah populer yang merujuk salah satu tugas dari tim penagihan (collector) atau akrab disebut debt collector, baik dari internal leasing maupun pihak ketiga, yang profesinya mengamati pelat nomor kendaraan debitur bermasalah di sudut-sudut jalan.
Pasalnya, nomor unit kendaraan dari debitur yang telah menunggak cicilan berbulan-bulan ini akan terdata, dan mata elang bertugas 'melirik' unit tersebut ada di mana atau mau ke mana.
Suwandi menjelaskan kekhawatiran dari industri leasing berkaitan hal ini, utamanya karena ada potensi oknum-oknum yang bisa memanfaatkan data debitur leasing bermasalah dalam aplikasi tersebut untuk kemudian melakukan pemerasan atau penagihan tidak beretika.
"Terutama kalau oknum itu bukan pihak penagih yang resmi dan lolos sertifikasi. Jangankan yang tidak resmi, yang resmi saja kalau kami [leasing] belum memberikan surat tugas, tidak boleh ada upaya penagihan atau eksekusi," ujarnya, Selasa (3/8/2021).
Apalagi, aplikasi tersebut bisa dengan mudah menampilkan data-data nasabah bermasalah leasing hanya dengan penggunanya membayar biaya berlangganan.
Suwandi menekankan bahwa perusahaan leasing pasti akan berhati-hati berkaitan upaya collection, karena perusahaan juga bisa 'kena getahnya' apabila tidak menaati aturan yang berlaku. Dalam hal ini, yaitu mendapat hukuman dari OJK.
Multifinance yang menggunakan jasa debt collector dalam penagihan, wajib memastikan bahwa sebelumnya telah mengirimkan surat peringatan terlebih dahulu kepada debitur, sesuai aturan yang berlaku.
Setelah itu, debt collector yang bertugas harus membawa kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan fidusia.
"Kami bersama OJK secara ketat mengawasi pelaksanaan jasa penagihan dari internal maupun pihak ketiga. Perusahaan, pengurus, sampai debt collector yang terjun ke lapangan, itu semua ada sertifikasinya, berlaku tiga tahun, kami juga evaluasi kinerja mereka secara profesional," tambahnya.
Harapannya, jangan sampai ekosistem bisnis pembiayaan di mana penagihan turut menjadi bagian dalam menekan angka kredit bermasalah, dirusak oleh sebagian oknum.
Perlu dipahami, bagi leasing, eksekusi di lapangan urung dilakukan apabila debitur bisa diajak komunikasi baik-baik, mudah dihubungi, dan mau menerima proses restrukturisasi atau rescheduling.
Eksekusi terpaksa digelar apabila telah mencapai kondisi di mana debitur ada tapi barang sudah tidak ada, atau sebaliknya ketika debitur 'lari'. Terlebih, yang paling parah, yaitu apabila keduanya sudah tidak diketahui keberadaannya dalam waktu lama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel