Penutupan Keran Perdagangan Cross Border E-Commerce Tidak Efektif  

Bisnis.com,04 Agt 2021, 17:35 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Ilustrasi belanja online. - istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Langkah sejumlah perusahaan e-commerce (dagang-el) untuk menutup akses perdagangan lintas negara dinilai tidak signifikan dalam membendung persaingan tidak seimbang antara produk impor dan produk lokal.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan transaksi lintas negara melalui platform dagang-el cenderung kecil. Mengutip laporan Shopee Indonesia misal, Bhima mengatakan porsinya hanya sekitar 3 persen dari total transaksi.

Bhima mengatakan perdagangan barang impor lebih banyak terjadi setelah produk diimpor secara umum oleh pelaku usaha, lalu dijual kembali secara daring di platform dagang-el. 

“Masalahnya bukan di akun pedagang luar negeri, tetapi di dropshipper atau di reseller karena transaksi lintas negara sendiri tidak signifikan jumlahnya. Yang perlu pengawasan adalah pelaku yang menjual kembali produk impor tersebut,” kata Bhima, Rabu (4/8/2021).

Dia berpandangan salah satu cara untuk menciptakan persaingan yang sehat antara pelaku usaha lokal skala UMKM dan produk impor adalah dengan membuat kebijakan penyertaan asal negara produk yang diikuti dengan kebijakan kuota. Pemerintah juga bisa memberlakukan SNI untuk produk-produk impor.

“Jadi nanti penjual wajib menyertakan asal negara produk dibuat atau dengan kebijakan kuota, misal di platform e-commerce batas maksimal produk impor adalah 30 persen,” tambahnya.

Meski demikian, Bhima tidak memungkiri bahwa langkah membatasi produk impor dalam transaksi dagang-el merupakan perkara dilematis bagi Indonesia. Terlebih dengan proyeksi pertumbuhan dagang-el yang diramal bisa menembus Rp1.908 triliun pada 2030 dari sisi gross merchandise value.

Bagi negara yang tengah merasakan pertumbuhan signifikan ekonomi digital, Bhima mengatakan pembatasan transaksi cross border bisa memengaruhi nilai perdagangan. Namun, langkah tersebut bisa melindungi sektor usaha Tanah Air dalam jangka panjang.

“Kita tidak ingin pertumbuhan ekonomi digital ini diikuti dengan deindustrialisasi prematur, di mana kita lompat terlalu cepat, tetapi belum siap menyiapkan produknya dan hanya bisa menjadi konsumen produk luar negeri. Dengan demikian kontribusi manufaktur terhadap PDB bisa makin kecil,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini