RUU Energi Baru Terbarukan, Waspadai Klausul yang Bisa Bebani Keuangan Negara

Bisnis.com,16 Agt 2021, 09:57 WIB
Penulis: MG Noviarizal Fernandez
Energi terbarukan/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah klausul dalam rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan diyakini dapat membebani APBN. Karena itu, pemerintah perlu mewaspadai ketahanan APBN terkait dengan rencana pengembangan PLTS atap, seperti yang tertulis dalam draf RUU itu.

Mukhtasor, pengamat energi dari Institut Teknologi Surabaya (ITS), mengatakan bahwa sejumlah klausul yang muncul pada draf RUU EBT akan berdampak signifikan terhadap keuangan negara, serta badan usaha milik negara (BUMN) di bidang kelistrikan.

Dia menilai, APBN akan mendapat beban yang cukup berat dari program yang sedang dicanangkan demi mengejar percepatan pengembangan energi hijau di Indonesia.

Dia menjelaskan, pemerintah berkewajiban memberikan pengembalian selisih biaya pokok penyediaan listrik dan harga listrik dari energi terbarukan, seperti PLTS atap.

“Pertanyaannya adalah kira-kira berapa tahun negara ini mampu menanggung cost ini. Sementara itu, sekarang ini saja masyarakat sudah mengibarkan bendera putih karena Covid-19. Lapangan kerja juga sulit. Karena bagaimana pun yang kita inginkan, pemerintah atau negara harus bertanggung jawab atas konsekuensi dari program ini,” ujarnya.

Dia membeberkan, biaya pokok penyediaan PLTU saat ini sekitar Rp700–Rp900 per kwH, sedangkan biaya pokok penyediaan PLTS sekitar Rp1.400 per kWh. Dengan demikian, ada lonjakan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah.

Seperti diketahui, Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan telah menuntaskan pembahasan RUU EBT dan sudah menyerahkannya ke Badan Legislasi.

Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa proses selanjutnya adalah pembenahan struktur perundangan. Penyusunan RUU EBT berjalan sesuai dengan agenda yang telah ditetapkan meski dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

Menurutnya, RUU EBT ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. “Per 1 Juli kemarin kami sudah selesai di level Komisi VII dan menyerahkan ke Badan Legislasi,’ katanya.

Sugeng menyebut, RUU EBT penting bagi perkembangan energi hijau di dalam negeri. Selain untuk mencapai target bauran energi yang telah ditetapkan, kehadiran RUU EBT juga menjadi angin segar bagi pelaku industri.

Pasalnya, dalam RUU EBT tersebut turut ditetapkan adanya insentif untuk pengembangan EBT dan juga disinsentif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lili Sunardi
Terkini