Target Defisit APBN 2022 Dianggap Masih Lebar & Berisiko, Anggota DPR Buka Suara

Bisnis.com,17 Agt 2021, 13:35 WIB
Penulis: Jaffry Prabu Prakoso
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2021 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). Poll

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo dalam pidato nota keuangan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2022 mengungkap defisit ditargetkan sebesar 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp 868 triliun. Angka ini dianggap besar dan berisiko.

Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sukamta mengatakan bahwa dengan masih kedodorannya pemerintah dalam penanganan pandemi, dampaknya secara ekonomi tentu akan lebih panjang.

“Pendapatan pemerintah saya prediksi belum akan optimal hingga tahun 2022. Hal ini akan membuat ruang fiskal terbatas untuk melakukan ekspansi fiskal dan tergerus untuk bayar bunga pokok dan bunga utang. Ini akan menyebabkan pemulihan ekonomi lebih lama,” katanya melalui pesan singkat, Selasa (17/8/2021).

Sukamta menjelaskan bahwa ada tiga hal yang menjadi perhatian terhadap RAPBN 2022. Pertama, dilihat dari sisi rencana pendapatan, beberapa tahun terakhir targetnya tidak tercapai.

Menurutnya, pada masa pandemi yang sudah masuk tahun ketiga tahun depan, dengan laju ekonomi seperti sekarang ada kekhawatiran target tidak tercapai lagi.

“Target pertumbuhan ekonomi 2022 pada kisaran 5 persen hingga 5,5 persen. Ini sudah menunjukkan pemerintah tidak optimistis. Saya kira sangat perlu dilakukan pengawasan khusus dari realisasi pendapatan, bukan hanya belanja. Untuk lebih memastikan pencapaian target pendapatan,” jelasnya.

Kedua, menurut Sukamta, besaran defisit yang masih cukup lebar perlu disikapi dengan lebih hati-hati. Belanja seharusnya dilakukan secara berimbang sesuai dengan pendapatan. Sedangkan utang hanya untuk belanja modal agar punya daya ungkit ekonomi.

Ketiga, lanjutnya, besaran anggaran untuk mengatasi Covid-19 masih cukup besar, yaitu Rp255,3 triliun dan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) Rp321 triliun. Pemerintah seharusnya memanfaatkan APBN dengan cermat dan efisien sehingga bisa menyelesaikan masalah dan tidak disalah gunakan.

“Kebijakan tambal sulam yang tidak menyelesaikan masalah utama akan berbahaya jika bermuara pada munculnya pandemic trap,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini