Pengembangan PLTS Atap, Begini Penjelasan Pemerintah Mengenai Pelaksanaannya

Bisnis.com,30 Agt 2021, 13:10 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
PLTS atap terpasang di sebuah gedung di Denpasar, Bali./Bisnis-Feri Kristianto

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk mempercepat pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap melalui revisi regulasinya, dan menjaga keandalan sistem kelistrikan nasional.

Regulasi yang tengah disiapkan adalah revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49/2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16/2019.

Salah satu pokok revisi regulasi tersebut adalah peningkatan ketentuan ekspor-impor kilowatt hour atau kWh listrik.

“Dari semula hanya 65 persen menjadi sebesar 100 persen,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, dikutip Senin (30/8/2021).

Selain itu, pokok-pokok revisi Permen ESDM tersebut mencakup kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan yang diperpanjang durasinya, dan jangka waktu permohonan PLTS atap lebih singkat.

Regulasi itu juga membuka peluang perdagangan karbon antara pelanggan PLTS atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU).

Selain itu, beleid yang sedang menunggu persetujuan Presiden itu mewajibkan mekanisme pelayanan berbasis aplikasi, perluasan pelanggan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja, tetapi juga termasuk pelanggan di wilayah usaha non-PLN, serta ketentuan mengenai pusat pengaduan sistem PLTS atap untuk menerima dan menindaklanjutinya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengembangan PLTS atap diikuti dengan menjaga sistem kelistrikan tetap andal.

“Pelanggan PLTS atap dari golongan tarif untuk keperluan industri dengan kapasitas sistem PLTS atap lebih besar dari 3 MW wajib menyediakan pengaturan basis data prakiraan cuaca. Ini harus disambungkan dengan pusat beban milik PLN untuk diantisipasi, sehingga tidak dadakan dan panikan,” tutur Rida.

Ia menambahkan, pelanggan industri tersebut juga harus melaporkan rencana operasi sistem PLTS atap kepada pemegang IUPTLU secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu, instalasi sistem PLTS atap wajib mengikuti SNI dan/atau standar internasional.

Pemerintah juga memberikan penugasan kepada PLN untuk membangun aplikasi penggunaan PLTS atap berbasis digital yang terintegrasi dengan sistem Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) atau smart grid distribusi.

Dia menegaskan, perlunya pengawasan untuk menjaga overcapacity PLTS atap. Salah satu caranya adalah dengan membatasi kapasitas sistem paling tinggi 100 persen dari daya tersambung pelanggan PLTS atap pada PLN.

“Pemasangan PLTS atap lebih banyak di-drive untuk kepentingan yang masangnya, untuk efisiensi penggunaan listrik dari PLN sambil berkontribusi menggalakkan energi baru terbarukan dan mengurangi emisi. PLTS atap didesain untuk efisiensi, bukan untuk jual beli,” ujar Rida.

Dia lalu menyebut peluang pengelolaan PLTS atap oleh PLN dari sisi penawaran, permintaan, maupun bisnis ketika semakin intens dipasang.

“Dari sisi bisnis, misalkan perdagangan karbon. Saya pikir itu adalah peluang, jadi semuanya tidak dilihat sebagai sesuatu yang memberatkan untuk korporasi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lili Sunardi
Terkini