Pertumbuhan Kredit Mobil Leasing Terhambat oleh Faktor-Faktor Ini. Apa Saja?

Bisnis.com,30 Agt 2021, 23:39 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Pengunjung melihat mobil-mobil yang dipamerkan saat pembukaan IIMS Hybrid 2021 di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (15/4/2021)./ANTARA FOTO-Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa sentimen masih jadi penghambat pertumbuhan industri pembiayaan (multifinance), terutama di segmen kredit mobil yang menyumbang nilai portofolio pembiayaan terbesar.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2021, piutang pembiayaan mobil baru sebesar Rp108,81 triliun, masih mengalami kontraksi 3 persen (year-to-date/ytd) dari awal tahun dan 9,9 persen (year-on-year/yoy) secara tahunan.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa kendati penjualan mobil baru mulai membaik, terutama karena subsidi pajak barang mewah (PPnBM), permintaan kredit di segmen ini masih belum optimal.

Sekadar informasi, insentif PPnBM kini ditanggung pemerintah 100 persen hingga akhir Agustus 2021, di mana apabila tidak diperpanjang kembali, maka diskon PPnBM yang ditanggung pemerintah pada periode September-Desember 2021 hanya tersisa 25 persen saja. 

Salah satu alasan kenapa insentif ini belum maksimal mendongkrak kinerja multifinance, yaitu fenomena keterbatasan suplai beberapa merek mobil. Tak jarang, sebagian masyarakat memilih menunda dan masih rela menunggu sampai stok kendaraan impiannya ada, bahkan beralih ke kendaraan bekas.

Sekadar informasi, keterbatasan suplai merupakan dampak pembatasan kegiatan di pabrik produksi dan perakitan kendaraan, serta dampak krisis semikonduktor atau microchip dunia yang menjadi bahan baku fitur-fitur pintar dalam kendaraan masa kini.

"Keterbatasan suplai mobil memang jadi salah satu faktor yang tidak bisa kita prediksi. Jadi kalau saya pribadi, momentum buat multifinance bisa optimal memang kalau PPnBM diperpanjang lagi. Tapi tetap kita serahkan kepada pembuat keputusan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (30/8/2021).

Faktor lainnya, yaitu kenaikan persentase pembeli mobil baru secara tunai atau cash. Apabila dari total penjualan unit tiap tahun sebelumnya hanya berada di kisaran 30 persen, sepanjang 2021 ini telah mencapai 50 sampai 60 persen.

Namun demikian, Suwandi menjelaskan bahwa salah satu pendorong kenaikan persentase ini bukan hanya karena segmen pembeli mobil baru kini didominasi kalangan menengah ke atas, namun juga karena sikap selektif dari pemain multifinance di era new normal ini.

"Memang ada pembeli yang memilih mau aman saja, memilih di era ketidakpastian ini menghindari urusan dengan leasing, atau dari segmen produktif yang pilih keluarin modal langsung banyak karena takut usahanya mandek. Tapi kalau dari analisa kami juga ada pengaruh karena calon debitur yang disetujui makin sedikit," jelasnya.

Menurut Suwandi, pendekatan para pemain multifinance masih lebih berhati-hati dan ketat, karena kini penilaian rekam jejak debitur saja tidak cukup dalam menilai kelayakan kredit. Penilaian credit scoring terkini turut mencakup analisis kondisi debitur ke depan terhadap dampak ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

"Kita sekarang sudah ikut terintegrasi ke Sistem Layanan Informasi Keuangan [SLIK], para pemain juga terkoneksi ke sistem asset registry. Prioritas industri sekarang memang bagaimana menjaga kualitas portofolio, sehingga mungkin banyak calon debitur yang belum bisa masuk," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini