Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 membawa perubahan bagi pelaku industri asuransi jiwa di Indonesia, salah satunya pergeseran permintaan yang didominasi ke arah produk tradisional, bukan lagi asuransi dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-link.
Pengamat Asuransi sekaligus Arbiter Badan Mediasi & Arbitrase Asuransi Indonesia Irvan Rahardjo mengungkap bahwa hal ini positif buat iklim usaha asuransi di Tanah Air, karena berarti awareness masyarakat berjalan ke arah yang benar.
"Memangnya unit-link itu besar [pangsa pasarnya] karena nasabah yang mau sendiri? Itu kan kebanyakan karena diimingi-imingi agen dan perusahaan. Jadi, sekarang justru bagus, terbuka mata masyarakat bahwa, oh, kalau investasi bersama asuransi ternyata bisa ludes juga. Ya, mendingan fokus ke proteksi saja," ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (2/9/2021).
Sebagai gambaran, di era pandemi ini banyak nasabah unit-link yang mengeluh dan mengaku tertipu karena nilai manfaatnya terlampau kecil atau pembayaran premi yang mereka menjadi 'tabungan' di kala darurat pun lenyap. Padahal, kinerja investasi sudah pasti jeblok karena terdampak pandemi.
"Intinya memang karena awareness yang masih rendah, literasi soal asuransi dan produk-produknya masih kurang. Tapi kalau saya, perusahaan juga kadang keterlaluan, karena memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat ini buat jualan," tambahnya.
Oleh sebab itu, menurut Irvan walaupun nilai premi yang dibukukan unit-link masih akan terus membesar karena didominasi nasabah menengah ke atas dan berpengalaman membeli asuransi, ke depan produk asuransi tradisional akan jadi ujung tombak berkaitan peningkatan penetrasi.
Terlebih, menurutnya pelaku juga akan mulai gencar mempersiapkan strategi memperbesar produk tradisional karena adanya penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK 74 adopsi dari International Financial Accounting Standard (IFRS) 17.
Sekadar informasi, pencatatan keuangan terbaru ini akan berpengaruh besar buat industri asuransi konvensional, di mana premi tidak lagi bisa langsung masuk pendapatan premi buat perusahaan.
Akan ada porsi pemisahan dana sebagaimana dana tabarru di asuransi syariah, sehingga jelas mana porsi yang benar-benar milik perusahaan, mana yang benar-benar untuk membayar klaim.
"Kalau IFRS 17 sudah diterapkan, perusahaan yang masih manja main di unit-link itu pasti jongkok berjamaah, asetnya pada turun semua. Kalau mau survive, ya, mau tidak mau, terjun memperluas pangsa pasar ke masyarakat menengah ke bawah," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel